Home » » Kita Boleh Mengidolakan Jepang, Asal...

Kita Boleh Mengidolakan Jepang, Asal...

Quote:



Quote:Kita boleh menyukai dan mencintai Hollywood......Tapi tidak harus menjadi seperti orang Amerika.

Kita boleh mengidolakan Tokyo.....Tapi tidak harus disipit - sipitkan. (davinof, 2013)




Sejak beberapa bulan terakhir ini ane sering memperhatikan baik di media sosial, blog, forum, event, ataupun media media lainnya. Banyak sekali orang yang memunculkan beragam informasi atau berita berkaitan dengan Jepang dengan segala seluk beluknya.


Dan yang membuat ane heran adalah, kenapa setiap kali ada berita atau thread yang berkenaan seputar seluk beluk Jepang pasti laku keras. Entah itu soal gaya hidup, musik, wanita, atau hal hal konyol lainnya.


Ane gak ngerti ini fenomena apa, setiap kali ada "aroma" Jepang, orang Indonesia terutama kaum mudanya seolah - olah wajib masuk untuk menjadi bagian dari mereka (bahkan dengan cara apapun).


Dalam kontek musik misalnya, ketika ada musik dengan style Jepang, maka sekelompok orang Indonesia seolah terbakar semangatnya untuk bisa juga menjadi kejepang jepangan. Meski salah kaprah "mereka" melakukan ini; Rambut di rancung rancungin.....Gaya fashion di haraju harajukuin....Mata di sipit sipitin, dan seabrek peniruan lainnya.



Sebagai salah satu negara maju di Asia, Jepang memang menjadi salah satu kota atau negara percontohan bagi negara negara berkembang seperti Indonesia. Bicara teknologi dan gaya hidup sosial (khususnya tentang cara kerja, disiplin, dan ketelatenan) ini memang harus kita contoh. Agar Indonesia juga bisa meniru hal hal positif dari negara Jepang.


Tapi ketika kita meniru niru gaya hidup hedonisme ala Jepang apalagi hingga mengagung agungkan bahwa Jepang itu jauh lebih hebat dari negara kita sendiri, rasanya ini sudah keterlaluan.


Bahkan pada beberapa forum, blog, dan milis yang ane baca, banyak juga anak muda Indonesia yang sampe bela belain membeli kimono, baju ala tokoh manga dan anime untuk dipake kemudian di foto agar terlihat Jepang banget. Dan yang lebih menggelikan lagi adalah fenomena penggantian atau penambahan nama Indonesia dengan nama nama berbau Jepang.

Contoh :

Spoilerfor Menyatukan Dunia Indonesia Dengan Dunia Jepang: Quote:

IJS


Beberapa hal lain yang juga tidak kalah hebohnya adalah soal nasi, iya nasi....Sebagai sebuah negara agraris terbesar di dunia Indonesia di kenal sebagai salah satu negara penghasil beras terbaik di dunia. tetapi ini menjadi terbalik ketika banyak sekali orang Indonesia yang lebih menyukai beras Jepang dibanding beras dari tanah airnya sendiri.


Fenomena itu tidak lepas dari cara dan gaya hidup orang Indonesia yang meniru niru orang Jepang, banyak orang Indonesia yang merasa bangga ketika makan makanan berbahan dasar beras ala Jepang. Mereka bangga bisa menikmati sushi (nigirizushi, oshizushi, chirashizushi, inarizushi, dan narezushi). Sambil memberikan polling seolah beras Jepang adalah beras terbaik di dunia.

Spoilerfor Beras Jepang VS Beras Indonesia: Quote:


Di satu sisi kita teriak teriak menyuarakan bangkitnya semangat musik Indonesia, tapi di sisi yang lain kita juga cenderung lebih memuja muja musik ala negara lain seraya menjiplak habis habisan, seperti K-Pop dan J-Rock. Ini fenomena atau sekedar trend belaka?


Ketika bangsa kita melalui pejuang batik dan pakaian tradisional Indonesia habis habisan menggembor - gemborkan baju tradisional ala Indonesia kepada dunia, sebagian dari kita malah habis habisan juga meniru dan menjiplak trend fashion negara lain........


Spoilerfor Ini Harajuku Indonesia Katanya???: Quote:













Spoilerfor Aku Cinta Indonesia......: Quote:









(BAHAN RENUNGAN) Junko Morishima, Wanita Jepang yang Cinta Indonesia
Spoilerfor Junko dan Indonesia: Quote:Berbicara mengenai cinta tanah air, saya ada beberapa cerita yang cukup menginspirasi saya. Ya, cinta tanah air seringkali menjadi hal yang klise. Apakah kita-kita ini memang mencintai Indonesia dengan tulus dan murni? Atau hanya menganggap Indonesia sebagai tanah kelahiran saja dan sebagai tempat untuk ‘numpang hidup’? Karena cinta tanah air itu menurut saya lebih dari sekadar tanah kelahiran atau tumpangan hidup semata. Tapi maknanya, jauh..sangat jauh lebih dari itu. Cinta tanah air itu, ya cinta. Cinta, perasaan tulus dan murni, dan ada perasaan ingin menjaganya seutuhnya. Kayak cinta sama pacar, yang ingin terus kita jaga dan kita sayang. Kalau sudah memiliki perasaan cinta seperti itu, saya percaya bahwa Indonesia akan menjadi negara yang damai, karena dalam diri setiap masyarakatnya tertanam perasaan cinta yang tulus terhadap negeri ini, sehingga enggan untuk ‘melukai’ negeri ini.

Saya selalu kagum dengan orang-orang yang tulus mencintai Indonesia. Yang dengan semangatnya menjaga, memperjuangkan, dan mengapresiasi apa yang Indonesia miliki dengan caranya masing-masing. Ada yang masih dalam skala kecil ada yang dalam skala besar atau dengan kata lain orang-orang sudah banyak yang tau akan hal-hal yang dilakukannya. Semisal, Didi Nini Towok, seniman yang sudah begitu terkenal itu, otomatis banyak orang-orang yang begitu mengagumi dan memperhatikan ataupun mengapresiasi yang beliau lakukan. Saya pun pribadi mengagumi beliau, secara beliau dengan gigihnya memperjuangkan seni budaya tradisional bangsa ini, dan memperkenalkannya ke dunia internasional. Tapi, kita belum banyak tau, bahwa ada juga pribadi-pribadi yang lain, yang sebenarnya bisa kita jadikan inspirasi diluar orang-orang yang sudah terkenal itu.


Adalah Junko Morishima, seorang wanita asal Jepang, saat ini berumur 39 tahun. Saya biasa memanggilnya Junko-san. Saya pertama kali mengenalnya ketika saya masuk ke sanggar tari bali LKB Saraswati Jakarta, Februari lalu. Saya dan Junko-san cukup dekat, bisa dibilang akrab juga. Saya selalu senang jika mengetahui ada orang luar negeri yang mempelajari budaya Indonesia, mangkanya saya begitu memperhatikan Junko-san dan ingin mengenalnya lebih dekat lagi. Saya melihat Junko-san menari, membuat saya ‘tertampar’. Usahanya atau kegigihannya dalam mempelajari tarian bali jauh lebih-lebih semangat dibanding orang Indonesianya sendiri, yang dikit-dikit menyerah, dikit-dikit mengeluh.


Bukan dari bagus atau tidaknya Junk0-san menari, tapi dari semangat dan passionnya. Saya bisa melihat bahwa dia menari bali, karena dia murni mencintai menari bali. Setiap kali saya ajak Junko-san untuk latihan bersama saya, Junko-san selalu bersemangat. Bahkan seringkali dialah yang justru inisiatif mengajak saya untuk latihan dan menanyakan kepada saya kapan saya sempat untuk latihan bersamanya. Itulah semangat, yang tidak banyak dimiliki oleh orang Indonesianya sendiri. Banyak yang merasa malas mempelajari seni tari tradisional, karena merasa enggak bakat menari, badannya kakulah, sibuk, dan segala alasan lainnya.


Dalam diri Junko-san tidak ada alasan untuk tidak menari. Tariannya memang tidaklah segemulai penari yang benar-benar penari, dan kesibukannya bekerja sebagai wanita karir dan mengurus anaknya pun tidak menjadi halangan untuk menari. Bahkan pernah, jam 7 malam dia baru selesai rapat di kantor, lalu lanjut pergi latihan untuk menari. Junko-san sudah belajar menari Bali sejak dia di Jepang tahun 2003, belajar dengan seorang penari bali Jepang yang sudah terkenal di Jepang. Bisa dilihat website nya di www.cilidewi.com. Wah, terharu sekali mengetahui ada yang berusaha menjaga, melestarikan, dan mengapresiasi budaya Indonesia, dan itu orang Jepang, bukan orang Indonesia. Antara senang sekaligus menampar diri saya. Betapa saya, sebagai orang Indonesia, merasa belum memberikan sesuatu yang signifikan untuk bangsa yang (katanya) saya cintai ini. Dari sanalah awal mula Junko-san mencintai Indonesia.



Tahun 2004, Junko-san bertemu dengan pria Bali, yang saat ini menjadi suaminya, dan telah dikarunai seorang anak, yang saya panggil Ayu. Junko-san sempat berhenti menari Bali, karena melahirkan Ayu sampai tahun 2006, dan setelah itu Junko-san lanjut lagi mempelajari tari Bali. Lihat, sudah punya anakpun dan umurnya yang terbilang sudah tidak muda lagi, Junko-san masih semangat terus untuk mempelajari budaya Indonesia. Bukan karena suaminya orang Bali, tapi karena dia memang murni mencintai tarian ini. Baginya, budaya Indonesia itu indah dengan segala keragamannya. Semuanya unik dan menarik. Tapi memang budaya Bali lah yang mampu memikat hatinya. Pada acara Kompasianival tanggal 17 November 2012 mendatang, saya akan menampilkan sebuah tarian Bali, bersama dengan Junko Morishima, wanita Jepang yang mencintai Indonesia ini mewakili komunitas IDKita Kompasiana, yang mudah-mudahan, bisa menjadi inspirasi untuk masyarakat lainnya untuk bisa mencintai tanah air kita dengan tulus.



Jika tidak berhalangan, saya pun akan mengajak seorang wanita Australia, bernama Gai Litter, yang juga sangat mencintai budaya Indonesia, salah satunya tari Bali, dan Gai sudah mempelajari tari Bali lebih dari 10 tahun, untuk hadir di acara Kompasianival 2012 juga. Gai sekarang menetap di Indonesia, mengajar bahasa Inggris di salah satu sekolah menengah di Jakarta. Semangatnya dalam mempelajari tarian tradisional Indonesia ini begitu membara. Sampai-sampai guru-gurunya sudah ngos-ngosan, dia masih terus semangat untuk berlatih. Salut! Ya, meskipun gerakan tariannya belum begitu gemulai, tapi semangatnya patut kita apresiasi. Kita sebagai warga negara Indonesia asli, sudah sepatutnya kita mencintai tanah air kita lebih.. dan lebih lagi… Karena percaya atau tidak, berawal dari mencintai tanah air dengan tulus, kita bisa membawa Indonesia menjadi negara yang lebih baik lagi. Sesuatu yang tulus itu, pasti akan selalu membawa kebaikan kan? See you at Kompasianival ya!

Salam hangat,

Sita.




















Quote:Foto dan gambar di ambil dari berbagai macam sumber di internet kecuali bahasa redaksi.

Sumber :http://www.kaskus.co.id/thread/522458f619cb17ce2100000d

Hosting

Hosting
Hosting

TryOut AAMAI

Hosting Idwebhost

Hosting Idwebhost
Hosting Handal Indonesia

Belajar Matematika SD

Popular Posts

Arsip Kaskus HT

 
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger