Lagu The Fields of Anfield Road sampai ia salin sendiri di sebuah buku kecil. Catatan itu ia bawa ke Senayan ketika tim pujaannya, Liverpool FC, bermain di Stadion Gelora Bung Karno akhir pekan lalu.
"Hari ini adalah hari kebanggaan untuk saya. Nonton Liverpool di GBK adalah Dream Come True. Salam untuk semua penggemar bola di Tanah Air," demikian Paul Cumming bertutur melalui akun twitter-nya, @papuansoccer, di hotel sebelum berangkat ke stadion Sabtu (20/7/2013) siang.
Usianya yang hampir 66 tahun, ditambah kondisinya yang kerap sakit dalam satu tahun terakhir, termasuk kanker kulit kepala yang menyerangnya baru-baru ini, membuat gerak-gerik Paul melambat, seperti juga intonasi suaranya yang rendah, sehingga sesekali kami harus merapat untuk bisa mendengarnya lebih jelas.
Selama mendampingi Paul, kami jarang mendapatinya tertawa dengan suara keras apalagi sampai terbahak-bahak. Jika ada hal lucu, ia akan tersenyum lebar atau cukup terkekeh-kekeh -- tapi itu sudah menunjukkan keceriaan di wajahnya.
"Saya malu kalau tertawa lebar di depan orang banyak. Soalnya gigi sudah tak ada," seloroh pelatih legendaris yang pernah melatih sejumlah tim Indonesia selama hampir tiga dawasarwa itu.
Walaupun suaranya rendah dan terlihat sebagai seorang lelaki tua yang pendiam, Paul sesungguhnya memiliki selera humor yang mengasyikkan. Ia bisa tiba-tiba menceletukkan sesuatu yang membuat kami "kaget" dan tertawa. Suatu ketika, misalnya, ia cukup sibuk menerima panggilan via telepon selulernya. Pada sebuah deringan berikutnya, Paul menerimanya sambil berdiri dan berucap, "Halo, Steven Gerrard?"
Paul juga tipikal "bapak-bapak yang kalau sudah bercerita susah dihentikan". Sewaktu kami membawanya bersantap malam di sebuah restoran India di Jalan Jaksa -- ia kepingin sekali bernostalgia ke tempat itu -- ia menghibur kami dengan kisah-kisah hidupnya yang beraneka warna.
Sebelumnya, pada Jumat siang ia kami ajak mengikuti acara Liverpool yang diadakan oleh Standard Chartered di Plaza Senayan. Kepada dia kami menjelaskan, sesi itu adalah penandatangan kontrak baru bank tersebut dengan The Reds. Ia lalu menimpali, "Wah, saya terlambat kalau begitu. Tadinya saya berharap rental Play Station saya bisa jadi sponsor Liverpool."
Paul, yang pernah terkenal saat menangani Persiraja Banda Aceh, Perseman Manokwari, PSBL Lampung dan tim PON Papua Barat, saat ini tinggal di Dusun Drigu, Poncokusuma, Kabupaten Malang, dengan pemandangan Gunung Semeru yang gagah perkasa. Di rumahnya yang sederhana, yang ia diami bersama sang istri, sehari-harinya ia menyewakan Play Station untuk anak-anak di kampung, dengan tarif Rp 2.000 per jam.
Ketika detiksport mengundangnya menonton pertandingan Liverpool melawan timnas Indonesia, ia tampak betul mempersiapkannya dengan antusias. Bahkan ia sudah berbaju The Reds saat meninggalkan rumahnya menuju stasiun Malang, untuk berangkat ke ibukota dengan kereta api. Di sana ia sempat dilepas oleh Big Reds Malang, dan juga sang istri yang menyempatkan diri meninggalkan sejenak tugasnya sebagai guru di sebuah SMA negeri di kota tersebut.
"Sampai ketemu di Sektor 9-11. Saya nonton dengan teman2 di tribun @BIGREDS_IOLSC YNWA," Paul melanjutkan tweet-nya di perjalanan menuju Senayan.
Mengenakan satu-satunya jersey Liverpool yang ia bawa dari Malang, Paul berdandan seperti suporter fanatik. Ia menutupi kepalanya dengan topi merah, serta membawa syal dan bendera tim kesayangannya itu. Hujan yang menyambut kehadirannya kembali ke GBK tak menyurutkan semangatnya untuk menyaksikan aksi Gerrard dkk.
Sesampainya di GBK, banyak orang mengenali dirinya. Mereka silih berganti menyapa dan meminta foto bareng, dan tidak satu pun ditolak Paul. Sejumlah fans remaja mencium tangannya, layaknya "cucu kepada kakeknya". Mereka mengucapkan doa-doa untuk kesehatan Paul.
Jam 5 sore kami tiba di Gate V, di antara ratusan orang yang mulai mengular di depan pintu masuk yang belum dibuka. BIG REDS secara khusus menyediakan tempat untuk Paul, tapi dia sendiri yang minta menonton bersama-sama suporter Liverpool, dan bukannya memilih di tribun VIP.
Paul diberi keistimewaan masuk lebih dulu dibanding ratusan fans di belakangnya, bersama Alief Ryanda (20), seorang suporter "edan" yang mencoba ke Jakarta dengan bersepeda motor dari Aceh, tapi mengalami kecelakaan di Labuhan Batu, Sumatera Utara. Kakinya patah, tersenggol truk. Demi tim kecintaannya, Alief tetap berangkat ke Jakarta, terbang dari Medan.
Setelah melewati pintu masuk, Alief lebih dulu harus menaiki tangga yang cukup tinggi menuju sektor penonton. Dibantu dua orang, ia bangkit dari kursi roda, meniti anak tangga satu per satu. Para Big Reds di luar memberinya dukungan moral dengan menyanyikan chant-chant untuk dirinya. Alief sempat terisak terharu dengan dukungan luar biasa itu.
Itu pula yang dilakukan Big Reds saat Paul perlahan-lahan menaiki tangga yang sama. Mereka menggemakan koor "Paul, Paul, Paul", setiap kali dia melangkahkan kakinya. Setelah anak tangga terakhir dijejaki, Paul membalikkan badannya, melambaikan tangan kepada para suporter, yang kemudian riuh bertepuk tangan. Mata Paul berkaca-kaca. "Belum pernah saya mendapatkan yang seperti ini," ucapnya lirih.
Dan Paul akhirnya dapat mewujudkan keinginannya menonton pertandingan Liverpool. Ia ada di sana, di stadion utama negeri yang sangat ia cintai ini, di antara lautan manusia beratribut merah, dalam atmosfer yang penuh sensasi, ketika chant-chant dan lagu You'll Never Walk Alone tak henti-hentinya dikumandangkan suporter, seakan-akan GBK adalah Anfield.
"Selagi masih hidup, harus bisa nonton Liverpool. Dan akhirnya mimpi saya terwujud. Walaupun tidak bisa bertemu pemain langsung, tapi saya bisa menyaksikan mereka di Senayan. Saya sangat terharu. Terima kasih untuk semua yang telah memberikan dukungan. Saya takkan pernah melupakan pengalaman yang luar biasa ini," ucap Paul kepada kami.
Meninggalkan GBK malam itu, Paul masih saja dihampiri orang-orang yang ingin menyapa dan berfoto bersama. Dan lagi-lagi, walaupun keletihan sudah melanda, ia tetap melayani permintaan mereka dengan ramah.
Tak terasa, kami baru sampai hotel lagi pukul 1 dinihari. Paul masih sempat menonton televisi untuk mencari pemberitaan seputar pertandingan tadi. Ia sampai tertidur di sofa, sebelum kami bangunkan supaya pindah ke tempat tidur.
Minggu (21/7) siang Paul dijemput oleh Balafans, kelompok suporter Lampung , yang ingin membawanya "pulang ke kampung halaman" -- Paul pernah tujuh tahun tinggal di Lampung saat melatih PSBL (1991-1998).
Selain dengan suporter, kerabat lamanya di Lampung dan media, Paul juga dipertemukan dengan sejumlah pejabat teras setempat, termasuk Gubernur Sjachroedin ZP. Selain bersilaturahmi, mereka juga memberikan bantuan materil untuk membantu meringankan biaya operasi yang akan dijalani Paul sekembalinya ke Malang nanti.
"Tolong detiksport sampaikan terima kasih saya kepada semua orang yang telah memberikan dukungan, baik moral maupun materil kepada saya. Saya tidak menyangka, saya terharu sekali membaca komentar dan tweet mereka. Doakan pula semoga operasi saya nanti berjalan lancar," ujar Paul tadi malam.
Foto - foto :
Sumber
comment ts:
ane salut ama perjuangan mr Paul cumming,jasany udh byk buat indonesia
akhirnya dream come true juga,
semoga cepat sembuh dan dapat berkarya kembali
kisah2xnya bikin terharu
You'll Never Walk Alone, Coach.
Sumber :http://www.kaskus.co.id/thread/51ef6b531ad7193448000000