KAIRO - Kondisi keamanan Mesir kembali memburuk setelah pasukan polisi dan militer menyerbu titik-titik konsentrasi massa pendukung mantan Presiden Muhammad Mursi kemarin. Operasi gabungan itu melibatkan tank, buldoser, dan ribuan pasukan di darat serta puluhan penembak jitu dan helikopter di udara.
Sumber Al Jazeera di lapangan mengatakan, sedikitnya 50 orang tewas, sedangkan Ikhwanul Muslimin mengklaim 300 orang meninggal. Sampai berita ini diturunkan tadi malam, klaim itu belum bisa dikonfirmasi. Jumlah yang jauh lebih sedikit disampaikan Kementerian Kesehatan Mesir, yakni hanya 15 orang yang terbunuh -tiga di antaranya pasukan keamanan- dan 78 terluka.
Sebelumnya Kemendagri Mesir memperingatkan akan menindak tegas demonstran yang tidak juga hengkang. "Berdasar instruksi pemerintah untuk mengambil langkah yang diperlukan untuk aksi di Rabiah Al Adawiyah dan Nahda serta untuk keamanan negara, pasukan keamanan akan membubarkan aksi tersebut pada Rabu pagi." Begitulah pernyataan Kemendagri Mesir sebagaimana dilansir Al Ahram.
Pasukan polisi dan militer Mesir mulai menyerbu kelompok-kelompok pengunjuk rasa pro-Mursi di seluruh Mesir saat hari mulai terang sekitar pukul 06.30 waktu setempat atau sekitar pukul 11.30 WIB. Bunyi tembakan terdengar saat pasukan bergerak masuk diiringi dengan kendaraan buldoser. Saat bersamaan, gas air mata ditembakkan dan helikopter terbang di sekitar dua lokasi yang dijadikan kamp pendukung, yakni kompleks sekitar Masjid Rabiah Al Adawiyah di kawasan timur Kairo dan Lapangan Nahda di dekat Universitas Kairo.
Dua tempat tersebut diduduki lebih dari sebulan sejak Mursi ditumbangkan dalam kudeta militer pada 3 Juli lalu. Sejak itu tercatat sedikitnya 250 orang meninggal lantaran pertikaian antara para pendukung dan penentang Mursi.
Saat pasukan gabungan pemerintah menyerbu, tidak ada perlawanan berarti dari pengunjuk rasa. Banyak perempuan dan anak menangis dan berlindung di dalam tenda-tenda di sisi Masjid Rabiah Al Adawiyah. Para pemuda pendukung Mursi yang semula terlihat menghalangi kewalahan melawan tentara yang didukung panser polisi. Sementara itu, aksi pembersihan pengunjuk rasa pro-Mursi dilakukan dengan bantuan buldoser serta alat berat lainnya. Buldoser menggusur semua yang ada di jalanan, mulai tenda, kantong-kantong pasir penghalang, hingga tembok buatan. Ambulans dan kendaraan beroda dua terus mengangkut korban ke Masjid Rabiah.
Wartawan Al Jazeera D. Parvaz mengaku tidak bisa memasuki lokasi bentrokan karena dihalangi. Reporter Al Jazeera lainnya, Rawya Rageh, mengatakan bahwa jumlah yang meninggal sangat banyak. "Ini adalah pertempuran untuk masa depan negara dan yang akan menentukan laju revolusi Mesir yang telah berjalan dua tahun," ujarnya.
Ikhwanul Muslimin menyeru seluruh rakyat Mesir untuk ikut turun ke jalan guna menghentikan pembantaian. "Ini bukanlah upaya pembubaran, tapi upaya berdarah untuk menghancurkan suara oposisi terhadap kudeta militer," kata Gehad Al Haddad, juru bicara Ikhwanul Muslimin, dalam akun Twitter-nya.
Sebelumnya massa Ikhwanul Muslimin menyatakan tetap akan menduduki Kairo sampai Mursi dibebaskan dan dikembalikan ke tampuk pimpinan. Mursi kini ditahan atas tuduhan membantu Hamas dalam sebuah pelarian di penjara. Tahanannya yang diperpanjang 15 hari membuat massa Ikhwanul Muslimin semakin geram.
Sementara itu, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kairo terus memonitor warga negara Indonesia (WNI) saat kerusuhan kembali pecah. "KBRI siaga penuh 24 jam untuk terus memantau keamanan WNI," kata Kepala Pelaksana Fungsi Penerangan, Sosial, Budaya KBRI Kairo Dahlia Kusuma Dewi di Kairo.
Dahlia mengatakan, WNI di wilayah rawan, terutama di Bundaran Rabiah Al Adawiyah, telah dievakuasi ke tempat aman. "WNI yang dievakuasi dari Bundaran Rabiah itu umumnya adalah mahasiswa dan mahasiswi," katanya. Jumlah WNI di Mesir sekitar 6.000 orang. Sebagian besar adalah mahasiswa di Universitas Al Azhar dan tersebar di Kairo, ibu kota Mesir, serta cabang Al Azhar di sejumlah provinsi. KBRI belum berencana mengevakuasi WNI ke tanah air. (ap/bbc/rtr/c10/kim)
Sumber
Quote:Tentara Mesir Tembaki Demonstran dari Helikopter
TEMPO.CO, Mesir - Situasi keamanan di Mesir terus memburuk, Rabu 14 Agustus 2013. Pasukan polisi dan militer Mesir menyerbu kelompok-kelompok pengunjukrasa pro Mursi di seluruh Mesir. Perang saudara pun tak terelakkan.
Di Rabaa al Adawiyah, sekelompok pria dengan batu mencoba mendekat untuk menduduki wilayah itu. Wartawan Al Jazeera menyampaikan bahwa semua daerah di Kairo, telah diblokir oleh pasukan keamanan. Sejumlah orang yang bekerja sama dengan pihak kepolisian tampak berlarian mengejar wartawan di jalan setelah sebelumnya mereka mengambil laptop dan kartu identitas wartawan.
Selain itu, situs Al Jazeera menunjukkan foto yang ditujukkan oleh Mohamed Soltan, salah satu anggota dari aliansi anti-kudeta Mesir. Soltan dikenal sebagai bagian dari kelompok pro-Mursi. Menurut kesaksian Soltan, ada seorang kamerawan yang telah ditembak di Rabaa al-Adawiya.
Soltan menegaskan bahwa tembakan itu diarahkan dari helikopter. Dia mengklaim sedikitnya 200 orang telah tewas sejauh ini. Semua rumah sakit dilaporkan telah penuh.
Sumber
Quote:Dalam 8 Jam, Militer Mesir Telah Membunuh 2.000 Demonstran Pro Presiden Mursi
Hanya dalam waktu tak lebih dari 8 jam, pasukan kemanan dan militer Mesir 'berhasil' membunuh lebih dari 2.000 rakyat Mesir yang menolak upaya kudeta militer dengan penggulingan Presiden Muhammad Mursi. Jumlah demonstran rakyat Mesir yang meninggal itu dikonfirmasi oleh juru bicara Ikhwanul Muslimin, Gehad El-Haddad dan pihah-pihak rumah sakit setempat, Rabu (14/8).
Juru bicara Ikhwanul Muslimin itu mengatakan, Rabu (14/8), ribuan orang meninggal dalam 8 jam setelah pasukan keamanan Mesir memulai operasi pembersihan demonstran pro Presiden Muhammad Mursi yang telah berkemah di jalan-jalan Kairo sejak presiden Mesir Muhammad Mursi digulingkan oleh rezim militer bulan lalu.
"Dalam 8 jam, sudah terjadi pembantaian massal. Tak ada satupun orang yang mampu menghentikan pembantaian ini, baik di Mesir maupun di dunia. Lebih dari 2000 orang dibunuh dan 10,000 lainnya luka-luka. Biarkan dunia menyaksikannya!" kata Gehad El-Haddad, melalui akun Twitter-nya yang terpantau sekira pukul 18.50 WIB, Rabu (14/8).
âIni bukan upaya untuk membubarkan, tapi upaya berdarah untuk menghancurkan semua suara oposisi menentang kudeta militer,â tambahnya.
Sementara itu koordinator Rumah Sakit Darurat lapangan Rabiah al Adawiyah, Dr Yahya Makkiya mengatakan, jumlah korban tewas tidak kurang dari 2.200 orang sementara korban luka mencapai 10.000 orang.
Kepada Aljazeera, Saad Imarah dari Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP), mengatakan bahwa âpembantaian massaâ telah terjadi di kawasan Ramsis untuk melumpuhkan pendukung Mursi.
Hadir dalam demonstrasi besar-besaran ini dua tokoh salafi Mesir, Syaikh Muhammad Hussan dan Syaikh Muhammad Husain Yakub.
Syaikh Hussan mengatakan di atas panggung, âkita telah berupaya dengan segala cara untuk mencegah tertumpahnya darah dan menyelesaikan krisis ini.. dan saya hari ini datang tidak untuk berbicara, tetapi untuk mengatakan bahwa âdarahku tidak lebih mahal dari darah kalianâ.
Situasi memanas sejak Rabu pagi waktu setempat (14/8/2013), Al Jazera melaporkan langsung dari Kairo bahwa langit kota itu dipenuhi asap yang membumbung dari Nahda Square â" yang kemudian benar-benar dibersihkan â" dan ada laporan tembakan gas air mata serta tembakan senapan angin dari lokasi kejadian.
Kementerian Dalam Negeri juga memperingatkan dalam sebuah pernyataan bahwa pasukan keamanan akan bertindak tegas kepada pengunjuk rasa yang dianggap bertindak âtidak bertanggung jawabâ dan mengatakan akan menjamin perjalanan yang aman bagi mereka yang ingin meninggalkan lokasi perkemahan.
Pada pertengahan pagi, televisi pemerintah melaporkan, pasukan keamanan telah selesai membersihkan Nahda Square. Buldoser juga disiapkan untuk membubarkan tenda-tenda yang dipakai demonstran.
Kementerian Dalam Negeri mengatakan pasukan keamanan telah mengontrol total atas Nahda Square, dan pasukan polisi telah berhasil menghapus sebagian besar tenda di kawasan itu. Dan pasukan keamanan telah memblokir semua akses ke kamp protes.
Reporter Al Jazeera Rawya Rageh melaporkan dari Kairo, mengatakan bahwa âpertempuran ini jauh lebih besar dari apa yang Anda lihat, termasuk jumlah korban. Ini adalah perjuangan untuk masa depan negara dan sesuatu yang akan menentukan jalannya revolusi Mesir yang telah berlangsung selama dua tahun dari sekarang.â
âTidak ada yang diharapkan ini menjadi operasi yang mudah. Ini menjadi sangat jelas bahwa kedua belah pihak terlibat dalam pertempuran dalam permainan berbahaya.â
Seruan Turun ke Jalan
Sebagai tanggapan terhadap operasi keamanan, Ikhwanul Muslimin mendesak rakyat Mesir untuk turun ke jalan dalam upaya menghentikan aksi âpembantaianâ.
Para penyelenggara protes Rabiah al-Adawiya, di mana beberapa pemimpin Ikhwan ikut di sana, âmenyerukan rakyat Mesir untuk turun ke jalan untuk menghentikan pembantaian,â kata Haddad.
Pasukan keamanan juga menyerbu Nasr City dan ada laporan bahwa penembak jitu menembaki demonstran di Rabiah al-Adawiya Square.
Namun pasukan keamanan mengatakan penembak jitu hanya menembakkan gas air mata.
âBanyak orang yang dibunuh sekarang ⦠Apa yang dapat kita harapkan adalah hanya kondisi yang lebih buruk,â kata Laila, anggota Aliansi Anti Kudeta Mesir, sebuah kelompok pro Mursi. âApa yang terjadi sekarang adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.â
sumber
Quote:AS Kecam Kekerasan dan Pemberlakuan Masa Darurat di Mesir
Pemerintah Amerika Serikat, Rabu (14/8/2013), mengecam keras keputusan Mesir menggunakan kekerasan untuk membubarkan pengunjuk rasa pendukung Muhammad Mursi.
"Kekerasan hanya akan semakin mempersulit Mesir untuk melangkah maju mencapai stabilitas dan demokrasi," kata juru bicara Gedung Putih Josh Earnest.
"Keputusan ini juga berlawanan dengan janji pemerintahan sementara, yaitu mengusahakan rekonsiliasi," tambah Earnest.
Selain mengecam kekerasan yang menewaskan ratusan orang itu, Earnest juga menyatakan pemerintah AS juga menolak pemberlakuan keadaan darurat di Mesir.
"Dunia menyaksikan apa yang terjadi di Mesir. Kami mendesak pemerintah dan semua pihak di Mesir untuk menahan diri dari kekerasan dan menyelesaikan perbedaan pendapat ini dengan damai," seru Earnest.
Sementara itu, meski mengecam kekerasan di Mesir, Amerika Serikat masih bersikukuh tidak mau menggunakan istilah kudeta untuk pergantian rezim di Mesir.
Earnest menambahkan, Presiden Barack Obama yang tengah berlibur di Massachusetts tetap memantau perkembangan politik di Mesir.
sumber
Quote:
Mesir Bergolak, Wapres Mohamed ElBaradei Mundur
Wakil Presiden Mesir Mohamed ElBaradei telah mengundurkan diri dari jabatannya Rabu (14/8) waktu setempat setelah kekerasan melanda seluruh negeri.
Pengunduran dirinya tersebut merupakan protes terhadap kekerasan yang dilakukan terhadap aksi duduk pendukung presiden terguling Mesir Muhammad Mursi.
Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah sementara Mesir menyatakan kondisi darurat di seluruh negeri selama satu bulan. Pernyataan kondisi darurat itu merupakan tanggapan atas bentrokan berdarah yang terjadi di hampir seluruh wilayah Mesir pascapenyerbuan polisi ke kamp demonstran pro-Muhammad Mursi di Masjid Rabiah al-Adawiyah di Nasr City dan Lapangan Al Nahda di Giza, Rabu pagi.
sumber
Spoilerfor Tragedi Mesir: Spoilerfor Warning:
sumber
sumber
sumber
Sumber
#SaveEgypt
Sumber :http://www.kaskus.co.id/thread/520c53e01cd719fc21000007