Lalu, kalau ponsel secara diam2 dibuka oleh pasangan sendiri, sebenernya boleh gak sih? Hukumonline pernah ngebahas ini gan. Cekidot
Quote:Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (âUU ITEâ) merupakan delik laporan. Pasal ini dimaksudkan untuk melindungi properti dan juga privasi seseorang. Hanya pemilik atau yang memiliki hak yang dapat mengakses suatu Sistem Elektronik. Tidak hanya itu, di dalam satu Sistem Elektronik terdapat informasi, dan tiap informasi memiliki nilai, baik nilai yang bersifat pribadi maupun nilai ekonomis, sehingga privasi dan kepentingan pemilik atau pihak yang berhak tersebut dilindungi oleh ketentuan Pasal 30 ayat (1) UU ITE.
Menurut Pasal 30 ayat (1) UU ITE, yang dimaksud âdengan sengajaâ ialah tahu dan menghendaki suatu perbuatan yang dilarang, atau mengetahui dan menghendaki timbulnya akibat yang dilarang. Dalam konteks pasal ini, sengaja memiliki makna mengetahui dan menghendaki mengakses Komputer atau Sistem Elektronik milik orang lain.
Tanpa hak maksudnya tidak memiliki hak baik menurut peraturan perundang-undangan maupun alas hukum lain yang sah, seperti perjanjian perusahaan, atau perjanjian jual beli. Sedangkan, unsur melawan hukum dapat bersifat formil maupun materiil. Melawan hukum secara formil maksudnya melanggar peraturan perundang-undangan, sedangkan melawan hukum materiil maknanya tidak hanya terhadap pelanggaran menurut undang-undang, tetapi juga melawan hukum yang tidak tertulis.
Unsur mengakses mengandung makna melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik, termasuk berada (secara virtual) dalamSistem Elektronik yang dimaksud.
Pertanyaan yang menjadi dasar dari kasus ini ialah apakah istri atau suami memiliki hak untuk mengakses Sistem Elektronik milik suami atau istri? Penting untuk dimengerti bahwa hubungan keluarga sedarah dekat, yaitu antara suami dan istri, antara anak dan orang tua, antar-saudara sedarah, merupakan hubungan yang memiliki karakteristik khusus sehingga dalam penerapan ketentuan Pasal 30 ayat (1) UU ITE memerlukan pendekatan yang tersendiri pula.
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ikatan lahir batin yang dimaksud tentunya menghasilkan hak dan kewajiban yang tidak perlu diatur secara tertulis lebih lanjut. Setiap orang memiliki hak privasi, tetapi, ikatan lahir batin antara suami istri yang timbul akibat hubungan perkawinan membuat privasi suami dan istri menyatu sampai pada batas tertentu. Maksudnya, ada perbuatan-perbuatan yang menurut umum, dan menurut batas kewajaran, dapat dilakukan oleh suami atau istri meskipun perbuatan tersebut âmenggangguâ atau âmelanggarâ privasi istri atau suami. Hal ini juga dapat diberlakukan terhadap hubungan keluarga sedarah dekat lainnya.
Oleh karena itu, menjawab pertanyaan Saudara, perbuatan istri (dan suami) yang membuka hp atau sms milik suami (atau istri) tanpa sepengetahuan suaminya (atau istrinya) tidak dapat dikatakan melakukan perbuatan âtanpa hakâ, sepanjang perbuatan tersebut masih merupakan batas yang wajar. Ruang lingkup âbatas yang wajarâ dapat menjadi permasalahan tersendiri, dan harus dipahami kasus per kasus.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
2. Undang-Undang 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Referensi:
Sitompul, Josua. 2012. Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum Pidana, Jakarta, Tata Nusa.
Kalau ada yang pernah mengalami kasus serupa, boleh dibagi di sini gan.
Sumber :http://www.kaskus.co.id/thread/5215b4961dd7195509000006