Home » » Jalan-Jalan ke Keraton Pasulukan Loka Gandasasmita

Jalan-Jalan ke Keraton Pasulukan Loka Gandasasmita



PATUNG Jenderal Soedirman itu berdiri tegak di gerbang masuk Pasulukan Loka Gandasasmita. Patung tersebut tampak gagah dan sama persis dengan yang ada di Ibukota Jakarta. Di sekitar patung tersebut tumbuh beragam jenis tumbuhan hijau yang tampak segar. Pemandangan di Pasulukan Loka Gandasasmita tidak berhenti sampai di situ. Suasana kekeratonan baru terasa, ketika Kami menginjakkan kaki ke dalamnya.

Seorang pria paruh baya langsung menyambut kedatangan Kami ke Pasulukan Loka Gandasasmita. Belakangan diketahui, pria berperawakan kecil berkulit sawo matang itu bernama Dodi Kurniawan. Dia merupakan satu dari sekian banyak orang yang menjadi saksi sejarah dibangunnya Pasulukan Loka Gandasasmita.

Tanpa banyak basa-basi, Dodi langsung membawa Kami ke salah satu bangunan keraton yang ada di sana. ”Ini namanya Pendopo Agung Kanjeng Kiyai Widoro Kandang atau biasa disebut Widoro Kandang,” tutur pria berambut pendek itu sambil mengajak masuk ke dalam bangunan tersebut.

Pemandangan di dalam tak kalah menakjubkan. Sebuah singgasana raja milik Paku Buwono X bertengger gagah di salah satu sudut ruangan. Ditambah, puluhan benda pusaka dan keris yang berderet rapi di samping singgasana tersebut. Belum lagi, aksesori lainnya seperti wayang golek, patung burung jatayu berjejer rapi pada salah satu dindingnya. Ruangan tersebut benar-benar gagah.

Kita berbincang-bincang dalam suasana yang cukup santai. Hembusan angin sepoi-sepoi menerpa wajah kami. Bincang-bincang kami ini kali bukan dilakukan di atas kursi sofa, kami duduk di sebuah kursi berbahan jati yang usianya mencapai ratusan tahun. Benar-benar menakjubkan.

Dua gelas kopi hangat menjadi teman kami saat berbincang-bincang. ”Bangunan ini dibuat pada tahun 1602. Nama Widoro Kandang ini memiliki arti, mas. Wi artinya Ksatria, Doro artinya laki-laki, danKandangan artinya tempat. Jadi di Widoro Kandang inilah para ksatria pada waktu ditempa keilmuannya secara kebathinan untuk menundukkan tentara VOC,” ujar Dodi sambil menarik dalam-dalam sebatang rokok yang terselip di antara jemarinya.

Malah, kata dia, Widoro Kandang menjadi tempat untuk merancang strategi-strategi perang melawan penjajah. Makanya bangunan tersebut dilestarikan karena menjadi saksi bisu digodoknya ksatria-ksatria tangguh untuk melawan penjajah pada waktu itu. Bangunan tersebut berasal dari kayu jati yang usianya sudah mencapai ratusan tahun.

”Bangunan ini bukan replika, tapi memang sengaja dipindahkan langsung dari Keraton Surakarta. Tujuannya tak lain, supaya para generasi penerus bangsa tidak melupakan sejarahnya sendiri,” imbuh Dodi dengan sorot matanya yang tenang.

Dodi juga menunjukkan beberapa keris dan benda pusaka lainnya. Pusaka-pusaka dan keris tersebut juga menjadi saksi bisu sejarah perjuangan para ksatria ketika melawan penjajah. Di antaranya menunjukkan keris Ken Dedes yang ukurannya kurang lebih panjangnya satu meter dengan bobot 40 kilogram.

Bukan hanya itu, di dalam Widoro Kandang, Dodi menunjukkan satu set wayang golek yang khusus diberikan kepada pemilik Pasulukan Loka Gandasasmita KRAT Ki H Derajat Hadiningray. ”Wayang golek tersebut diberikan khusus dalang terkenal Ki Asep Sunandar Sunarya kepada beliau. Itu sebagai bentuk penghargaan karena beliau benar-benar melestarikan budaya,” katanya sambil menunjuk ke salah satu dinding Widoro Kandang.

Dia juga menunjukkan sebuah mimbar yang biasa digunakan raja ketika berpidato kepada rakyatnya. ”Semua barang-barang yang ada di sini didatangkan langsung dari Keraton Surakarta. Dan lagi-lagi saya bilang, ini semua disediakan di sini untuk bisa dinikmati masyarakat luas,” paparnya.

Pasulukan Loka Gandasasmita sangat terbuka bagi siapa saja yang ingin menikmati keindahan bangunan-bangunan keraton. Bahkan, Dodi juga mempersilakan kepada pengunjung untuk berfoto-foto di lokasi tersebut. Sebab, di Pasulukan Loka Gandasasmita juga terdapat replika Candi Prambanan.

”Namun untuk saat ini, kami memang tidak menyediakan arena bermain untuk anak-anak karena konsep yang kita bangun di sini adalah untuk wisata keraton dan cagar alamnya. Tapi sekadar arena bermain, memang ada di sini,” terangnya.

Yang lebih menarik lagi, di sebelah barat Pasulukan Loka Gandasasmita ini bertengger gunung bernama Gunung Haruman. Di mana ketika sore hari, monyet-monyet turun gunung mendekati Sungai Cimanuk yang membelah antara Pasulukan Loka Gandasasmita dengan gunung tersebut.

”Makanya kita membuka pintu lebar-lebar bagi siapapun yang ingin berkunjung ke sini. Kami juga mengizinkan pengunjung atau rombongan dari sekolah yang ingin menggelar kegiatan di sini. Hanya saya, kebersihan, keamanan, dan jangan sampai merusak benda-benda yang ada di lokasi ini,” pungkasnya.

Lokasi wisata keraton tersebut terletak di Jalan Ki Hajar Dewantara, Sarmanjah 17, Cibunar, Cibatu, Kabupaten Garut, Jawa Barat


Update: Graha Liman Kencana Gedung 1.000 Pusaka
Spoiler for "Graha Liman Kencana Gedung 1.000 Pusaka":
GUDANGNYA PUSAKA KERAJAAN: Bagian muka Gedung Graha Liman Kencana bercorakkan gebyok dari Keraton Surakarta. Selain itu, ribuan benda pusaka dan keris tersimpan dalam bangunan megah. Selain itu di dalamnya juga terdapat singgasana dan mahkota raja.

Setiap tempat wisata pasti memiliki ciri khas tersendiri. Nah begitu pula dengan Wisata Keraton dan Cagar Alam Pasulukan Loka Gandasasmita (PLGS). Di sini, ada satu tempat yang kudu dikunjungi, yakni Graha Liman Kencana (GLK). Ada apa sih di GLK?

GLK merupakan salah satu bangunan yang bisa membuat mata terbelalak. Pasalnya, di dalam bangunan megah tersebut tersimpan ribuan benda pusaka dan keris. ”Benda-benda pusaka dan keris ini jangan dilihat dari nilai mistinya, tapi dilihat dari nilai sejarah di baliknya,” ungkap Kepala Pengelola PLGS, Dodi Kurniawan.

Beberapa pusaka dan keris yang menjadi koleksi GLK antara lain Pusaka Eyang Panembahan Senopati yang berteteskan intan, Pusaka Ratna Jumilah, Pusaka Sunan Kumbul, Pusaka Sunan Sugih, Pusaka Pangeran Purabaya, Pusaka Para Sunan, Pusaka Panembahan Seda Krapyak, Pusaka Putri Panembahan Seda Krapyak, Pusaka Prabu Gendrayana, Pusaka Sultan Trenggono, Pusaka Brawijaya, Pusaka Adipati Pergola, Pusaka Adipati Ronggolawe, Pusaka Adipati Sastranegara, Pusaka Asmaul Husna, Pusaka Pangeran Diponegoro, tongkat komando Presiden RI pertama Bung Karno, dan lain-lain. Bahkan, GLK juga menyimpan pusaka-pusaka dari negara tetangga seperti Kerajaan Klantan Malaysia dan Brunei Darrussalam.

Sebagaimana diketahui, lanjut dia, ada beberapa keris atau benda-benda pusaka yang menjadi salah satu simbol kekuasaan sebuah kerajaan. Nah, apabila keris tersebut jatuh ke tangan orang lain atau lawan, maka itu sama saja dengan jatuhnya kekuasaan sebuah kerajaan.

”Inilah hal lain yang harus diketahui banyak orang. Sebab, sekarang ini banyak orang yang selalu mengait-ngaitkan keris dengan sesuatu yang mistis. Kalau mistis mungkin ada, tapi terpenting yang harus kita ketahui adalah keris sebagai simbol kekuasaan,” terangnya.

Kemudian, jangan heran ketika berkunjung ke gedung GLK, pengunjung akan mencium aroma hio atau dupa. Bahkan, aroma ini tercium hampir di setiap bangunan keraton di PLGS. ”Ini (Hio atau dupa, Red) bukan ritual atau ’makanan’ bagi para khodam yang ada di dalam benda pusaka tersebut, tapi justru hio atau dupa yang terbuat dari getah itu asapnya bisa untuk merekatkan meteor yang menjadi bahan dasar keris atau benda pusaka tersebut,” paparnya.

Jadi di sini, para pengunjung tidak hanya disuguhi cerita-cerita mistis di balik benda-benda pusaka atau keris, tapi pengunjung akan mendapatkan pengetahuan tambahan tentang makna sebuah benda pusaka atau keris.

”Makanya kami akan memberikan informasi yang akurat tentang keris dan benda pusaka yang ada di PLGS. Sebab, jangan sampai terjadi kesimpangsiuran informasi pada benda-benda tersebut. Sebenarnya kalau dicermati, benda-benda pusaka yang dahulunya menjadi senjata para ksatria kita tak jauh berbeda dengan senjata-senjata modern yang ada sekarang ini,” imbuhnya.

Namun, kata Dodi, ada aturan main bagi pengunjung yang ingin masuk ke GLK. Misalnya, pengunjung yang ingin masuk tidak boleh lebih dari lima orang. Pengunjung juga tidak diperkenankan mengambil gambar atau berfoto di dalam ruangan tersebut dan membawa makanan ke gedung tersebut.

”Nanti setiap rombongan yang masuk ke GLK akan dipandu petugas yang selalu siap sedia memberikan berbagai informasi termasuk menjawab pertanyaan para pengunjung tentang benda-benda pusaka yang ada di dalamnya. Kalaupun ada pengunjung yang ingin berfoto-foto di dalam GLK bisa menghubungi petugas,” katanya

Update: Kepatihan, Kawah Candradimukanya Para Ksatria Tangguh
Spoiler for "Kepatihan, Kawah Candradimukanya Para Ksatria Tangguh":

SEORANG ksatria tangguh tidak tercipta dari kemudahan. Namun, mereka harus melewati berbagai proses penempaan yang pastinya tidak mudah. Bahkan, penggojlokan para ksatria tidak bisa dilakukan di tempat sembarangan, namun dilakukan di sebuah tempat yang disebut Kepatihan. Dan, ini merupakan salah satu bangunan yang menjadi koleksi Wisata Keraton dan Cagar Alam Pasulukan Loka Gandasasmita.

Sekilas, Pendopo Kepatihan tampak seperti kamar-kamar pada umumnya. Namun setelah diteliti, pendopo itu bukan bangunan biasa. Bangunan tersebut beronamenkan gebyok unik namun terbuat dari kayu jati yang usianya sudah mencapai ratusan tahun.

Pengelola Wisata Keraton dan Cagar Budaya Pasulukan Loka Gandasasmita Dodi Kurniawan mengatakan, penempaan para ksatria bukan dilakukan dalam waktu sebentar. Mereka digembleng semalam berbulan-bulan hingga melahirkan mental dan jiwa yang benar-benar andal.

”Malah, bukan ketangguhannya saja, kesetiaan para ksatria pun diuji di Pendopo Kepatihan ini. Jadi, penempaan yang dilakukan kepada para ksatria pada waktu itu meliputi segala aspek,” terang Dodi.

Kenapa harus diuji kesetiaan? Dahulu, para ksatria ini menjadi garda terdepan pada sebuah kerajaan. Atau, bisa dibilang para ksatria ini merupakan benteng pertahanan kerajaan. Sehingga, semua hal yang terjadi pada suatu kerajaan, bisa dibilang jadi tanggung jawab para ksatria.

”Sedangkan kesetiaan menjadi hal yang sangat penting dimiliki seorang ksatria. Mau bagaimana pun kondisi suatu kerajaan, seorang ksatria harus tetap setia menjaga dan mengabdi pada rajanya,” paparnya.

Lantas, apalagi yang dijalani para ksatria selama berada di Pendopo Kepatihan sebagai kawah candradimuka? Selain penggemblengan mental dan uji kesetiaan, di Pendopo Kepatihan inilah para ksatria selalu mengingat Tuhannya.

Siang hari mereka menjalani penggemblengan mental, sedangkan pada malam hari mereka bertirakat atau berzikir mendekatkan diri kepada Sang Khalik. ”Bagaimanapun juga manusia tidak akan mampu dengan hanya mengandalkan kekuatan fisiknya. Tetap saja, mereka juga harus meminta pertolongan kepada Yang Maha Kuasa,” paparnya.

Nah, nilai sejarah inilah yang sebenarnya bisa menjadi bahan pembelajaran bagi semua pengunjung. ”Selain sejarahnya, dari sini akan mendapatkan hikmah tentang arti sebuah perjuangan,” paparnya.

Sumber: http://wisata.kompasiana.com/jalan-j...uh-607229.html

Spoiler for "Koleksi PLGS":

Spoiler for "Foto-foto Lainya 1":

Spoiler for "Foto-foto Lainya 2":

Spoiler for "Foto-foto Lainya 3":

Spoiler for "Foto-foto Lainya 4":

Spoiler for "Foto-foto Lainya 5":

Spoiler for "Foto-foto Lainya 6":

Spoiler for "Foto-foto Lainya 7":

Spoiler for "Foto-foto Lainya 8":

Spoiler for "Foto-foto Lainya 9":

Spoiler for "Foto-foto Lainya 10":

Spoiler for "Foto-foto Lainya 11":

Spoiler for "Foto-foto Lainya 12":

Spoiler for "Foto-foto Lainya 13":

Spoiler for "Foto-foto Lainya 14":

Spoiler for "Foto-foto Lainya 15":

Sumber :http://www.kaskus.co.id/thread/52784891fcca176737000008

Hosting

Hosting
Hosting

TryOut AAMAI

Hosting Idwebhost

Hosting Idwebhost
Hosting Handal Indonesia

Belajar Matematika SD

Popular Posts

Arsip Kaskus HT

 
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger