Quote:Pemilu tinggal sebentar lagi gan, Spanduk pemilu mulai bertebaran dimana-mana tanpa mengindahkan lingkungan sekitar, ane mau share aja tulisan dari Bapak Sumbo Tinarbuko (www.sumbotinarbuko.com) adalah Dosen Komunikasi Visual ISI Yogyakarta dan Relawan Komunitas Reresik Sampah Visual. Twitter: @sumbotinarbuko | @sampah_visual
Quote:Liputan harian Kompas (5/9) berjudul ââPemilu 2014: Publik Terganggu Alat Peraga Kampanyeââ menarik untuk senantiasa diperbincangkan lebih lanjut. Dalam liputan itu diwartakan: Sebagian kelompok masyarakat semakin terganggu dengan peraga kampanye partai politik yang dipasang sembarangan dan mengotori ruang publik. Mereka berharap parpol dan calon anggota legislatif lebih sadar menata alat peraga agar ramah lingkungan dan memberikan pendidikan politik yang cerdas â¦
Realitas sosial yang dituliskan wartawan Kompas dalam liputannya itu menunjukkan fenomena sosial ruang publik dijarah parpol dan bakal caleg yang berlomba menebar sampah visual iklan politik di ruang publik. Tebaran sampah visual seperti itu oleh âKomunitas Reresik Sampah Visualâ dikategorikan teroris visual. Sebuah teror visual yang secara masif mengusik ketenangan visual jiwa-jiwa sosial warga masyarakat.
Sebagaimana diketahui bersama, sampah visual iklan politik dalam perspektif âKomunitas Reresik Sampah Visualâ dipahami sebagai aktivitas pemasangan iklan politik, menggunakan media iklan luar ruang (outdoor advertising) yang penempatannya tidak sesuai dengan peruntukkannya. Keberadaannya pun cenderung ilegal. Hal itu diperparah dengan kelakuan menyimpang dari penebar sampah visual iklan politik yang tidak mau mengurus izin dan membayar pajak reklame untuk kategori alat peraga kampanye politik.
> Secara visual, tebaran sampah visual iklan politik dapat disimak dari pola penempatan dan pemasangan alat peraga kampanye dari masing-masing parpol dan bakal caleg. Mereka cenderung melakukan pelanggaran dan dengan seenak wudelnya sendiri memasang iklan politik dan alat peraga kampanye dengan menjarah ruang publik maupun ruang terbuka hijau. Mereka juga mengabaikan aspek ramah lingkungan dan ramah visual saat memasang alat peraga kampanye tersebut.
Quote:Picu Konflik Di Ruang Publik
Bukti visual dan fakta di lapangan secara kasat mata menunjukkan, tim sukses bakal caleg di seluruh Indonesia dengan semangat perang menggunakan iklan politik sebagai senjatanya. Amunisi iklan politik dimuntahkan untuk menguasai taman kota, trotoar, pagar dan jembatan, tembok bahkan bangunan heritage, dinding flyover, tiang lampu penerangan jalan, tiang rambu lalulintas, tiang listrik dan tiang telpon untuk dipasangi iklan politik parpol dan bakal caleg yang dipromosikannya. Belum puas sampai di situ, batang pohon yang berjajar teduh di sepanjang jalan dihajar secara anarkis demi memasang alat peraga kampanye iklan politik parpol dan bakal caleg.
Hadirnya sampah visual iklan politik tidak bisa dilepaskan dari ajang perebutan singgasana kekuasaan untuk menjadi anggota dewan atau calon presiden. Bakal caleg yang panik ini lalu berlomba menyuri perhatian masyarakat dengan merepresentasikan pencitraan dirinya melalui iklan politik. Aktivitas instan semacam ini, oleh tim sukses bakal caleg diyakini mempunyai daya hipnotis tinggi untuk membidik perhatian calon pemilih pada janji politik yang mereka dengungkan. Padahal realitas sosialnya justru terjadi sebaliknya.
Bakal caleg, atas saran tim suksesnya, dengan riang gembira memroduksi pesan verbal dan pesan visual. Media komunikasi visual yang digunakannya berupa iklan luar ruang. Wujud visualnya: billboard, baliho, spanduk, umbul-umbul, dan rontek. Tidak ketinggalan poster, stiker, flyer, iklan koran dan majalah, iklan televisi, adlips radio dan sosial media: facebook, twitter, instagram. Selain perang memanfaatkan iklan politik, tim sukses pun dengan sokongan dana berlimpah menabuh genderang perang visual dalam hal ukuran, penempatan, dan jumlah iklan politik yang dipasang di ruang publik. Sampah visual iklan politik yang terpasang secara amburadul di ruang publik semakin menambah kumuh dan semrawutnya wajah wilayah perkotaan dan pedesaan di seluruh Indonesia. Ujungnya, sampah visual iklan politik menjadi pemicu konflik di ruang publik. Baik antar tim sukses caleg atau pun dengan warga masyarakat yang merasa terganggu kenyamanannya saat reriungan di ruang publik.
Quote:Turunkan Reputasi Caleg
Menjamurnya sampah visual iklan politik yang terpasang secara ngawur, cenderung menurunkan citra, kewibawaan, reputasi, dan nama baik parpol dan bakal caleg itu sendiri. Padahal dalihnya, niatan menjagokan diri sebagai bakal caleg, dilandasi doa suci untuk membangun Indonesia menjadi lebih baik. Bercita-cita mewujudkan janji kemerdekaan lewat representasi tata pemerintahan yang lebih baik. Semuanya itu, katanya, agar rakyat Indonesia tumbuh menjadi manusia bermartabat, berkehidupan makmur, aman dan sejahtera.
Dampak dari jerawat sampah visual ini menyebabkan iklan politik yang diposisikan sebagai ajang menyampaikan informasi dan mempromosikan keberadaan bakal caleg terperosok menjadi media miskomunikasi visual. Ujung dari semuanya itu, matinya iklan politik secara tidak terhormat.
Fenomena menjamurnya sampah visual iklan politik di ajang kampanye pemilihan calon anggota legislatif ini, menjadi antiklimaks dari sebuah proses menjaring wakil rakyat yang merakyat. Wakil rakyat yang melayani rakyat bukan menindas rakyat. Realitas sosial seperti itu akhirnya memaparkan fakta: bagaimana mungkin rakyat akan memilih caleg yang lebih mementingkan menampilkan wajah tanpa mau obah (bergerak bersama rakyat). Bagaimana mungkin rakyat mau mencoblos bakal caleg yang gaya kampanyenya lebih suka menebar sampah visual iklan politik di ruang publik. Gaya kampanye bakal caleg mengandalkan tebaran gambar wajahnya merupakan gaya kampanye yang sejatinya menurunkan reputasi sang bakal caleg di mata rakyat calon pemilih.
Sudah saatnya bakal caleg dan tim suksesnya menjalankan gaya kampanye yang mengedepankan aspek edukasi politik pada rakyat calon pemilih lewat tampilan iklan politik yang komunikatif, nyeni, berbudaya dan merakyat. Jadikanlah alat peraga kampanye bakal caleg menjadi bagian dekorasi kota yang artistik dan komunikatif. Bukan malah sebaliknyanya seperti terjadi sekarang ini: alat peraga kampanye parpol dan bakal caleg justru semakin mengokohkan dirinya menjadi teroris visual dengan menebarkan sampah visual iklan politik di ruang publik.
Untuk meminimalisir sampah visual iklan politik, seyogianya pengurus parpol, bakal caleg beserta tim suksesnya secara bersama-sama menjadikan ruang publik tetap menjadi milik publik. Ruang publik jangan sampai diprivatisasi menjadi milik merek dagang, milik bakal caleg dan milik partai politik.
Quote:
Sampah Visual di Ruang Publik
Quote:Spoiler for ::
Quote:Jakarta, KOMPAS â" Sebagian kelompok masyarakat semakin terganggu dengan peraga kampanye partai politik yang dipasang sembarangan dan mengotori ruang publik. Mereka berharap parpol dan calon anggota legislatif lebih sadar menata alat peraga agar ramah lingkungan dan memberikan pendidikan politik yang cerdas.
Pendapat itu disampaikan oleh inisiator Komunitas Reresik Sampah Visual di Kota Yogyakarta, Sumbo Tinarbuko, saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (4/9/2013).
ââKami tidak ingin ruang publik dijajah oleh sampah visual iklan politik dan iklan komersial. Kembalikan ruang publik sebagai lingkungan yang indah, tertib, dan memberikan kenyamanan bagi masyarakat,ââ katanya.
Setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan daftar calon anggota legislatif tetap (DCT) dua pekan lalu, para bakal caleg dan parpol giat memasang spanduk, baliho, atau stiker di ruang publik, terutama di jalanan. Pemasangan yang sembarangan membuat iklan politik tersebut dianggap mengotori ruang publik dan mengganggu pengguna jalan.
Sumbo menjelaskan, masyarakat telah lama berharap pemerintah kota atau pemerintah daerah menertibkan. Karena itu, Komunitas Reresik Sampah Visual turun tangan membersihkannya lewat kerjasama dengan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Yogyakarta.
Sejak 2012, komunitas tersebut sudah 13 kali membersihkan sampah visual kampanye politik di enam kecamatan di Yogyakarta. Terakhir, 2 Agustus 2013, mereka membersihkan 67 spanduk, baliho, pamflet dari sejumlah parpol. Alat peraga kampanye tersebut umumnya dipasang sembarangan, seperti melintang di jalan, di sekitar sekolah dan rumah ibadah, spanduk tanpa izin, atau di perempatan jalanan yang semestinya steril.
ââKami akan terus memperluas aksi bersih-bersih ke seluruh Indonesia. Lewat jaringan media sosial Facebook, ada sekitar 800 orang yang sudah bergabung dalam gerakan ini,ââ katanya. (IAM)
Quote:Mohon Dukung Petisi Pengurus Partai Politik dan Calon Legislatif Bersihkan Sampah Visual Iklan Politik
Spoiler for :: http://www.change.org/id/petisi/pengurus-partai-politik-dan-calon-legislatif-bersihkan-sampah-visual-iklan-politik
Ruang publik seharusnya menjadi milik publik, bukan diprivatisasi menjadi milik caleg dan partai politik.
Keberadaan pemasangan iklan politik milik caleg dan partai politik harus diatur sesuai dengan peruntukkannya, jika tidak, keberadaan iklan luar ruang di ruang publik menjadi sampah visual dan setiap harinya menebarkan teror visual bagi warga masyarakat. Lima sila sampah visual dapat dijadikan referensi membuat aturan (masterplan dan perda iklan luar ruang: iklan komersial dan iklan politik):
1) Dilarang dipasang di taman kota dan ruang terbuka hijau.
2) Dilarang dipasang di trotoar.
3) Dilarang dipasang di dinding dan bangunan heritage.
4) Dilarang dipasang di jembatan, tiang telpon, tiang listrik, tiang rambu lalulintas, dan tiang lampu penerangan jalan.
5) Dilarang dipasang dan dipakukan di batang pohon.
(OPINI KOMPAS) Sampah Visual Iklan Politik
Spoiler for :: Spoiler for ::
Quote:Liputan harian Kompas (5/9) berjudul ââPemilu 2014: Publik Terganggu Alat Peraga Kampanyeââ menarik untuk senantiasa diperbincangkan lebih lanjut.
Di sana diwartakan: âSebagian kelompok masyarakat semakin terganggu dengan peraga kampanye partai politik yang dipasang sembarangan dan mengotori ruang publik. Mereka berharap parpol dan calon anggota legislatif lebih sadar menata alat peraga agar ramah lingkungan dan memberikan pendidikan politik yang cerdasâ.
Realitas sosial yang dituliskan dalam liputannya itu menunjukkan fenomena sosial ruang publik dijarah parpol dan bakal caleg yang berlomba menebar sampah visual iklan politik di ruang publik. Tebaran sampah visual seperti itu oleh âKomunitas Reresik Sampah Visualâ dikategorikan teroris visual. Sebuah teror visual yang secara masif mengusik ketenangan visual jiwa-jiwa sosial warga masyarakat.
Dalam perspektif Komunitas Reresik Sampah Visual, sampah visual iklan politik dipahami sebagai aktivitas pemasangan iklan politik, menggunakan media iklan luar ruang (outdoor advertising) yang penempatannya tidak sesuai dengan peruntukkannya. Keberadaannya pun cenderung ilegal. Hal itu diperparah dengan kelakuan menyimpang dari penebar sampah visual iklan politik yang tidak mau mengurus izin dan membayar pajak reklame untuk kategori alat peraga kampanye politik.
Penjarahan ruang publik
Quote:Secara visual, tebaran sampah visual iklan politik dapat disimak dari pola penempatan dan pemasangan alat peraga kampanye dari masing-masing parpol dan bakal caleg. Mereka cenderung melakukan pelanggaran dan dengan seenak wudelnya sendiri memasang iklan politik dan alat peraga kampanye dengan menjarah ruang publik maupun ruang terbuka hijau. Mereka juga mengabaikan aspek ramah lingkungan dan ramah visual saat memasang alat peraga kampanye tersebut.
Bukti visual dan fakta di lapangan secara kasat mata menunjukkan, tim sukses bakal caleg di seluruh Indonesia dengan semangat perang menggunakan iklan politik sebagai senjatanya. Amunisi iklan politik dimuntahkan untuk menguasai taman kota, trotoar, pagar dan jembatan, tembok bahkan bangunan heritage, dinding flyover, tiang lampu penerangan jalan, tiang rambu lalulintas, tiang listrik dan tiang telpon untuk dipasangi iklan politik parpol dan bakal caleg yang dipromosikannya. Belum puas sampai di situ, batang pohon yang berjajar teduh di sepanjang jalan dihajar secara anarkis demi memasang alat peraga kampanye iklan politik parpol dan bakal caleg.
Hadirnya sampah visual iklan politik tidak bisa dilepaskan dari ajang perebutan singgasana kekuasaan untuk menjadi anggota dewan atau calon presiden. Bakal caleg yang panik ini lalu berlomba menyuri perhatian masyarakat dengan merepresentasikan pencitraan dirinya melalui iklan politik. Aktivitas instan semacam ini, oleh tim sukses bakal caleg diyakini mempunyai daya hipnotis tinggi untuk membidik perhatian calon pemilih pada janji politik yang mereka dengungkan. Padahal realitas sosialnya justru terjadi sebaliknya.
Bakal caleg, atas saran tim suksesnya, dengan riang gembira memroduksi pesan verbal dan pesan visual. Media komunikasi visual yang digunakannya berupa iklan luar ruang. Wujud visualnya: billboard, baliho, spanduk, umbul-umbul, dan rontek. Tidak ketinggalan poster, stiker, flyer, iklan koran dan majalah, iklan televisi, adlips radio dan sosial media: Facebook, Twitter, Instagram.
Selain perang memanfaatkan iklan politik, tim sukses pun dengan sokongan dana berlimpah menabuh genderang perang visual dalam hal ukuran, penempatan, dan jumlah iklan politik yang dipasang di ruang publik. Sampah visual iklan politik yang terpasang secara amburadul di ruang publik semakin menambah kumuh dan semrawutnya wajah wilayah perkotaan dan pedesaan di seluruh Indonesia. Ujungnya, sampah visual iklan politik menjadi pemicu konflik di ruang publik. Baik antar tim sukses caleg atau pun dengan warga masyarakat yang merasa terganggu kenyamanannya saat reriungan di ruang publik.
Menjamurnya sampah visual iklan politik yang terpasang secara ngawur, cenderung menurunkan citra, kewibawaan, reputasi, dan nama baik parpol dan bakal caleg itu sendiri. Padahal dalihnya, niatan menjagokan diri sebagai bakal caleg, dilandasi doa suci untuk membangun Indonesia menjadi lebih baik. Bercita-cita mewujudkan janji kemerdekaan lewat representasi tata pemerintahan yang lebih baik. Semuanya itu, katanya, agar rakyat Indonesia tumbuh menjadi manusia bermartabat, berkehidupan makmur, aman dan sejahtera.
Dampak dari jerawat sampah visual ini menyebabkan iklan politik yang diposisikan sebagai ajang menyampaikan informasi dan mempromosikan keberadaan bakal caleg terperosok menjadi media miskomunikasi visual. Ujung dari semuanya itu, matinya iklan politik secara tidak terhormat.
Jangan diprivatisasi
Quote:Fenomena menjamurnya sampah visual iklan politik di ajang kampanye pemilihan calon anggota legislatif ini, menjadi antiklimaks dari sebuah proses menjaring wakil rakyat yang merakyat. Wakil rakyat yang melayani rakyat bukan menindas rakyat.
Realitas sosial seperti itu akhirnya memaparkan fakta: bagaimana mungkin rakyat akan memilih caleg yang lebih mementingkan menampilkan wajah tanpa mau obah (bergerak bersama rakyat). Bagaimana mungkin rakyat mau mencoblos bakal caleg yang gaya kampanyenya lebih suka menebar sampah visual iklan politik di ruang publik. Gaya kampanye bakal caleg mengandalkan tebaran gambar wajahnya merupakan gaya kampanye yang sejatinya menurunkan reputasi sang bakal caleg di mata rakyat calon pemilih.
Sudah saatnya bakal caleg dan tim suksesnya menjalankan gaya kampanye yang mengedepankan aspek edukasi politik pada rakyat calon pemilih lewat tampilan iklan politik yang komunikatif, nyeni, berbudaya dan merakyat. Jadikanlah alat peraga kampanye bakal caleg menjadi bagian dekorasi kota yang artistik dan komunikatif. Bukan malah sebaliknyanya seperti terjadi sekarang ini: alat peraga kampanye parpol dan bakal caleg justru semakin mengokohkan dirinya menjadi teroris visual dengan menebarkan sampah visual iklan politik di ruang publik.
Untuk meminimalisir sampah visual iklan politik, seyogianya pengurus parpol, bakal caleg beserta tim suksesnya secara bersama-sama menjadikan ruang publik tetap menjadi milik publik. Ruang publik jangan sampai diprivatisasi menjadi milik merek dagang, milik bakal caleg dan milik partai politik.
Quote:
Quote:Tambahan dikit gan
Menurut ane semakin ketatnya persaingan bisnis di bidang percetakan maka harga yang ditawarkan untuk atribut kampanya pun semakin murah, Jelas percetakan-percetakan yang berbasis bisnis saja tanpa memperhatikan estetika juga ikut andil dalam hal ini.
Quote:SUMBER
www.sampahvisual.com
www.sumbotinarbuko.com
Sumber :http://www.kaskus.co.id/thread/52cffda840cb1795018b4653