Valentine emang saat yang tepat untuk berbagi kasih sayang dengan orang-orang tercinta, termasuk ama pacar. Tapi inget gan urusan pacaran dan percintaan tidak selamanya berakhir indah loh. Banyak juga kasus percintaan dengan mantan pacar yang malah berakhir dengan masalah-masalah hukum.
(Foto: Ilustrasi)
Nah, terinspirasi oleh artikel situs hukumpedia berjudul âDampak Hukum Akibat Ulah Mantan.â Hukumonline sekarang mo buat daftar kelakuan-kelakuan pacar yang ga layak agan jadiin valentine agan, kelakuan-kelakuan dalam daftar ini dianggap ga layak karena beresiko hukum, yah udah cekidot aja daftarnya gan:
Spoiler for Pacar Yang Suka Selingkuh: Nah di kasus ini bahkan seorang anak dalam perkawinan dicurigai sebagai hasil perselingkuhan, alasannya anak itu mirip dengan mantan pacar. Emang kurang enak yak gan, apalagi klo disertai dgn pengakuan istri bahwa ybs pernah berhubungan badan dgn mantan pacarnya semasa pacaran dulu. Bagaimana dr sisi hukum? Apakah suami bisa menyangkal status anak tsb? Apakah suami jg bisa menuntut istri dan mantan pacarnya itu?
Pertama, jgn gegabah gan. Alangkah lebih baik jika dilakukan tes DNA kpd anak terlebih dulu.
Klo dr hasil tes DNA ternyata tdk cocok, suami bisa menyangkal keabsahan anak tersebut. Syaratnya, sang suami musti membuktikan dulu bahwa anak tersebut adalah hasil zina istri dgn mantan pacarnya. Pada akhirnya pengadilan yg akan menentukan sah tidaknya status anak trsebut sbg anak yg lahir dlm perkawinan Suami-Istri tsb. Dasar hukumnya adalah Pasal 44 UU Perkawinan.
Sdgkan utk urusan tuntut-menuntut, sejauh penelusuran kami blm ada pasal dari KUHP yg bisa dipake utk nuntut istri atau sang mantan pacarnya itu. Kecuali bila sang istri melakukan hubungan badan dgn mantan pacarnya ketika istri sudah menikah dgn suaminya saat ini.
Utk lebih lengkapnya, klik langsung artikel ini aja ya gan..
Curiga Anak Mirip Mantan Pacar Istri, Bisakah Menuntut?
Spoiler for Pacar Yang Suka Mengancam Bunuh Diri: Nah di kasus ini, si mantan pacar suka mengancam mau membunuh dirinya sendiri. Lalu bagaimana hukumnya kalau ancaman tersebut tidak ditanggapi oleh mantan pacarnya dan benar terjadi bunuh diri tersebut?
Bila merujuk ke KUHP, ada sebuah bab yang mengatur ancaman pidana bagi âpembiaranâ terhadap orang lain yang harus ditolong. Yaitu, dalam BAB XV tentang Meninggalkan Orang Memerlukan Pertolongan, khususnya Pasal 304 KUHP yang menyatakan:
âBarang siapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan orang dalam kesengasaraan, sedang ia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan pada orang itu karena hukum yang berlaku atasnya atau karena menurut perjanjian, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-â
Menurut R Soesilo, yang dimaksud Pasal 304 KUHP adalah orang yang sengaja menyebabkan atau membiarkan orang lain dalam kesengsaraan, sedang ia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu karena hukum yang berlaku atau karena perjanjian. Misalnya, orangtua membiarkan anaknya dalam keadaan sengsara, demikian pula wali terhadap anak yang diasuhnya. Jadi, berdasarkan penjelasan ini, sulit memidanakan seseorang bila ternyata mantan pacarnya benar-benar bunuh diri setelah ia mengakhiri hubungan karena keduanya belum atau tidak memiliki hubungan hukum (baik berdasarkan undang-undang atau perjanjian).
Di sisi lain, masalah ini bisa dianalisis berdasarkan teori-teori hukum. Berdasarkan teori âconditio sine qua nonâ, semua orang yang terlibat peristiwa atau syarat-syarat itu dapat dipersalahkan dan dimintai tanggung jawab pidana. Sementara, dalam teori âadequatâ, yang bisa dimintai pertanggungjawaban pidana hanya orang yang terlibat langsung terhadap kematian seseorang.
Dalam praktik, hakim di pengadilan lebih sering menggunakan teori adequat dalam penjatuhan pemidanaan karena dianggap lebih logis. Tentu tidak bisa memastikan apakah seseorang tidak bisa dikenai pertanggungjawaban pidana bila mantan kekasihnya bunuh diri setelah ia mengakhiri hubungan. Kemungkinan itu selalu ada, meski peluangnya sangat kecil.
Sumber:
- Apa Hukumnya Membiarkan Mantan Pacar Bunuh Diri?
Spoiler for Pacar yang Nekat Menculik Mantannya: Lalu, bagaimana bila seseorang mantan pacar sampai nekat menculik, menyekap dan dengan perencanaan terlebih dahulu menganiaya mantan pacarnya? Langkah hukum seperti apa yang dapat ditempuh si korban? Kasus seperti ini pernah terjadi dan berikut ialah penjelasannya dari kacamata hukum.
Baik penganiayaan dengan perencanaan, penyekapan/perampasan kemerdekaan, dan penculikan sudah diatur KUHP, yaitu dalam pasal 353, 333 ayat (1), dan 328. Nah, dengan pasal-pasal ini, dan disertai dengan bukti dan saksi, si korban dapat melaporkan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh si pelaku.
Oleh karena itu, jangan merasa khawatir/takut untuk membuat laporan ke Polisi. Sebab sudah menjadi tugas dan tanggung jawab Polisi untuk memproses laporan tersebut, untuk kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan, dan nantinya bisa berlanjut pada proses Persidangan.
Tapi bila setelah pelaporan ternyata kasus tidak juga berjalan, Anda juga bisa koordinasikan lebih lanjut kepada pihak kepolisian, dalam hal ini si Penyidik, atas laporan Anda tersebut. Hal ini didasarkan pada Peraturan Kapolri No.: 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan perkara Pidana di Lingkungan Kepolisisan Negara Republik Indonesia, Pasal 39 yang berbunyi:
â...dalam hal menjamin akuntabilitas dan transparansi penyidikan, penyidik wajib memberikan SP2HP kepada pihak pelapor baik diminta secara berkala paling sedikit 1 kali setiap 1 bulan.â
Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) ini bisa menjadi pegangan untuk mengetahui sejauh mana suatu perkara berjalan. Jika dalam proses kasus tidak berjalan, hendaknya pihak Kepolisian harus dapat menjelaskan kendala apa yang timbul. Lalu, bila sampai ditemui ada tindakan penyidik yang secara tidak profesional menghambat penanganan kasus, jangan pula takut untuk melaporkan tindakan tersebut kepada Divisi Profesi dan Pengamanan (Divisi Propam) di Kepolisian.
Sumber:
- Langkah Hukum Jika Diculik Mantan Pacar
Spoiler for Pacar yang Menghabiskan Limit Kartu Kredit: Bagaimana jika mantan pacar dulu pernah memakai kartu kredit kita dan belum melunasinya? Padahal dia berjanji akan melunasinya. Sebagai contoh, misalnya janji tersebut dibuat dalam surat pernyataan yang ditandatangani di atas materai oleh si mantan pacar (dulu pacar).
Bisa tidak dituntut secara pidana? Atau hanya bisa diperkarakan secara perdata?
Hal seperti ini tidak dapat dibawa ke ranah hukum pidana. Sebab dengan adanya surat pernyataan secara tertulis yang telah dibuat dan telah ditandatangani oleh para pihak (agan dan mantan pacar agan), maka seketika saat itulah telah terjadi hubungan keperdataan sebagaimana diatur di dalam Pasal 1338 KUHPerdata.
Memang sering kali polisi juga menindaklanjuti kasus laporan seperti ini. Namun, pada akhirnya saat sampai di Pengadilan Negeri, kasus ini akan dinyatakan tidak dapat diterima (NO atau Niet Onvankelijk verklard), karena bukan merupakan kasus Pidana.
Untuk penjelasan lebih lanjut, silakan baca di artikel ini ya gan: Bermasalah dengan Mantan Pacar yang Menghabiskan Limit Kartu Kredit
Spoiler for Pacar Yang Tidak Ikhlas Memberi Barang-Barang: Pada kasus ini, si mantan pacar meminta kembali seluruh barang-barang pemberiannya. Kasus seperti ini banyak terjadi dimana-mana, bahkan sering kita lihat menimpa kalangan selebritis sehingga menjadi headline di infotainment. Yang jadi pertanyaan sekarang apakah dari sisi hukum memungkinkan bagi Mantan minta kembali barang-barang yang sudah diberikan? gimana ni kalau dilihat dari kacamata hukum?
Menurut analisa dari teman-teman di klinik hukum, dari sisi hukum, jika barang-barang tersebut Anda terima sebagai pemberian/hibah dari si lelaki, maka Anda adalah pemilik sepenuhnya barang-barang (pemberian/hibah) tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1666 KUHPerdata yang menyatakan sebagai berikut:
âPenghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup.â
Mengenai pemberian/hibah, Subekti menjelaskan bahwa sebagai suatu perjanjian, pemberian (schenking) itu seketika mengikat dan tak dapat dicabut kembali begitu saja menurut kehendak satu pihak (lihat Prof. Subekti, S.H., Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, 2001, hal. 165).
Pemberian barang-barang bergerak (seperti baju, cincin, sepatu, dan jam tangan) dan piutang-piutang yang berupa surat bawa (aan toonder) adalah sah dengan penyerahan begitu saja (lihat Pasal 1687 KUHPerdata). Sedangkan, pemberian barang-barang tak bergerak dan hak piutang atas nama harus dilakukan dengan akta notaris (lihat Pasal 1682 KUHPerdata).
Subekti juga menjelaskan bahwa agar dapat dikatakan tentang suatu âpemberianâ perbuatan itu harus bertujuan memberikan suatu hadiah belaka (liberaliteit), jadi tidak boleh ada suatu keharusan atau perikatan meskipun hanya berupa naturlijke verbitenis (Pokok-Pokok Hukum Perdata, hal. 165). Yang dimaksud naturlijke verbitenis, menurut Subekti, ialah suatu perikatan yang berada di tengah-tengah antara perikatan moral atau kepatutan dan suatu perikatan hukum, atau boleh juga dikatakan, suatu perikatan hukum yang tidak sempurna (Pokok-Pokok Hukum Perdata, hal. 126).
Jadi, secara hukum mantan pacar Anda tidak punya hak untuk menarik kembali semua barang yang pernah dia berikan kepada Anda, kecuali Anda setuju untuk mengembalikan barang-barang tersebut.Selain itu, secara moral dan kepatutan pun adalah tidak pantas menarik kembali barang-barang yang telah diberikan kepada orang lain.
Di sisi lain, mantan pacar Anda bisa saja tidak mengakui telah memberikan barang-barang tersebut kepada Anda sebagai hadiah. Karena biasanya pemberian itu dilakukan secara lisan saja, tanpa ada bukti tertulis. Sehingga, mantan pacar Anda dapat mengatakan bahwa dia, misalnya, hanya meminjamkan barang-barang tersebut kepada Anda, lalu sekarang dia ingin memintanya kembali. Jika mantan pacar Anda tidak mengakui memberikan barang-barang tersebut dan sampai menggugat Anda ke pengadilan, maka Anda harus mempersiapkan bukti-bukti untuk mendukung posisi Anda. Selain bukti tertulis dan pengakuan, alat-alat bukti lainnya dalam hukum acara perdata adalah saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah (lihat Pasal 164 HIR jo. Pasal 1866 KUHPerdata).
Itu tadi daftar kelakuan yang ga layak dilakukan valentine agan. Mungkin benernya masih banyak sih kelakuan pacar beresiko hukum lainnya yang juga ga layak dilakukan.
Mungkin agan-aganwati bisa kasih contoh lainnya, share aja dimari gan, atau bisa juga sih langsung meluncur ke-TKP.
Spoiler for Disclaimer:: Seluruh informasi yang disediakan oleh tim hukumonline.com dan diposting di Forum Melek Hukum pada website KASKUS adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pengetahuan saja dan tidak dianggap sebagai suatu nasihat hukum. Pada dasarnya tim hukumonline.com tidak menyediakan informasi yang bersifat rahasia, sehingga hubungan klien-advokat tidak terjadi. Untuk suatu nasihat hukum yang dapat diterapkan pada kasus yang sedang Anda hadapi, Anda dapat menghubungi seorang advokat yang berpotensi.
ACB
Sumber :http://www.kaskus.co.id/thread/52f4be4ac3cb17034b8b45b2