Home » » Perbuatan-Perbuatan Ibu yang Nggak Boleh Ditiru

Perbuatan-Perbuatan Ibu yang Nggak Boleh Ditiru

Hello lagi agan-aganwati yang ganteng dan cantik-cantik,

Ga kerasa kita udah hampir nyampe di penghujung tahun yah. Tapi, sebelum memasuki pergantian tahun, jangan kelupaan tanggal 22 desember kita akan merayakan Hari Ibu.

Nah, sambil menunggu datangnya Hari Ibu tanggal 22 desember, gimana kalo kita sekarang bahas mengenai perbuatan-perbuatan seorang ibu yang tidak boleh ditiru. Hukumonline sudah merangkum beberapa perbuatan tersebut, langsung aja cekidot:

1. Membunuh Bayi yang Dilahirkannya karena Malu

Kasus ini sering kita dengar dari media. Ada ibu yang justru tidak senang dengan kehadiran buah hatinya saat ia melahirkan anak tersebut. Bisa karena anak tersebut lahir di luar nikah, ditinggal ayahnya yang tidak bertanggung jawab, atau karena si ibu malu akan perbuatannya dan tidak ingin kehamilannya diketahui orang.

Klinik Hukumonline ditanyai mengenai hal ini. Tapi, kasusnya sedikit berbeda. Jadi si ibu yang membunuh bayinya ini hanya dititipi zygot (benih) dari pasangan lain karena masalah alat reproduksi pasangan tersebut yang rusak. Karena ibu yang dititipi benih di rahimnya ini malu dan takut ketahuan melahirkan, ia memilih ‘jalan keluar’ dengan membunuh bayi yang ia lahirkan. Bagaimana sanksinya? Di KUHP ada pengaturannya tersendiri. Cekidot!

Spoilerfor Penjelasan: Mengenai hal ini diatur dalam Pasal 341 KUHP:
“Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”

Yang dihukum di sini adalah seorang ibu, baik kawin maupun tidak, yang dengan sengaja membunuh anaknya pada waktu dilahirkan atau tidak beberapa sesudah dilahirkan karena takut ketahuan bahwa ia sudah melahirkan anak. Kejahatan ini dinamakan “makar mati anak” atau “membunuh biasa anak”.Syarat terpenting dari pembunuhan tersebut adalah pembunuhan anak itu dilakukan oleh ibunya dan harus terdorong oleh rasa ketakutan akan diketahui kelahiran anak itu.

Yang perlu dicermati, perasaan ketakutan atau malu dari si ibu yang telah melahirkan anak tersebut. Unsur kesengajaan hanya meliputi tindakannya dan objek tindakannya yaitu anak dari kandungannya sendiri. Dia harus menyadari bahwa dengan tindakan itu jiwa anak itu dirampas. Ini berarti yang ditekankan dalam pasal ini adalah anak tersebut lahir dari kandungannya sendiri. Tidak dijelaskan apakah memang anak yang secara biologis adalah anaknya atau anak yang dititipkan di rahimnya. Mengenai status bayi tersebut yang bukan berasal dari sel telur wanita yang mengandung dan melahirkannnya, wanita yang melahirkannya tetap adalah ibu dari bayi dalam hal ini dikenal istilah ibu pengganti (surrogate mother) dan anak itu adalah anaknya.

Tulisan selengkapnya baca di mari ya: Pasal untuk Menjerat Ibu yang Membunuh Bayinya Karena Malu

Penjawab: Tri Jata Ayu Pramesti

2. Menghalang-Halangi Menantu untuk Bertemu Anaknya

Kasus yang satu ini juga banyak terjadi di kalangan selebritis dan mungkin di sekitar kita gan. Percekcokan antara suami istri dalam rumah tangga kerap dicampuri oleh orang tua dari pasangan tersebut. Terlebih ibu mertua yang mulai mencampuri masalah rumah tangga anaknya. Mungkin tujuannya baik, tapi kalau perbuatan si ibu mertua yang mengarah hingga menghalang-halangi menantunya untuk bertemu dengan anaknya sendiri gimana tuh hukumnya? Langkah apa juga yang bisa dilakukan si menantu?

Spoilerfor Penjelasan: Jadi gini gan, dalam hukum pidana dan perdata tidak diatur secara eksplisit mengenai perbuatan menghalang-halangi orangtua bertemu anaknya. Biasanya yang akan dilakukan sebelum menempuh jalur hukum adalah menyampaikan masalah tersebut melalui Komisi Perlindungan Anak Indonesia sebagai mediator di antara kedua orangtua tersebut.

Baik ayah maupun ibu mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam mengasuh anaknya. Hal tersebut terdapat dalam Pasal 26 ayat (1) UU Perlindungan Anak , yaitu:

“Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.”

Berdasarkan Pasal 14 UU Perlindungan Anak, anak juga mempunyai hak untuk diasuh oleh orangtua sendiri.Selain itu, segala keputusan yang diambil oleh orangtua harus pula memikirkan kepentingan terbaik anak.

Apabila dilihat dari pidana, biasanya yang dilakukan adalah melakukan tuntutan pidana berdasarkan “perbuatan tidak menyenangkan” yang diatur dalam Pasal 335 ayat (1) angka 1 KUHP, yaitu:

Dalam kasus ini, tindakan ibu mertua yang menghalang-halangi anaknya untuk tidak bertemu dengan cucunya dapat dianggap melakukan perbuatan tidak menyenangkan yang terdapat dalam pasal ini sehingga orang tua si anak dapat melakukan penuntutan kepada ibu mertua.

Namun, seperti dijelaskan dalam artikel yang ditulis Muhammad Joni yang berjudul Hak Pemeliharaan Anak, Piala Bergilir? (Superior Orang Tua Vs Evolving Capacity Anak), orangtua harusnya memikirkan bagaimana kondisi anak dan apa yang terbaik bagi anak, sehingga lebih disarankan untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan cara kekeluargaan. Selengkapnya baca ini ya gan: Apabila Ingin Membawa Ibu Mertua ke Jalur Hukum

Penjawab: Letezia Tobing


3. Sering Berutang

Sikap suka berutang harus dihindari oleh ibu-ibu, karena sifat ini bisa dikategorikan sebagai tindakan boros. Jika sikap tersebut diteruskan maka anggota keluarga sedarah dalam garis lurus, atau oleh keluarga semenda dalam garis menyimpang sampai derajat keempat dapat mengajukan pengampuan untuk anda di pengadilan. Permohonan pengampuan terhadap ibu mertua Anda tersebut diajukan kepada pengadilan negeri yang wilayah yurisdiksinya meliputi tempat tinggal ibu Anda tersebut (pasal 436 KUHPer). Begitu sih kalo menurut artikel Klinik Hukumonline berjudul “Ibu Mertua yang Sering Hutang.”

4. Cuek Lihat Anak Dipukuli

Dari ruang Dahlia RSU Tangerang, terdengar jeritan menyayat seorang bocah. Gadis cilik berumur 6 tahun itu adalah Mayang. Nasibnya sungguh sial, ibunya membiarkannya disiksa dan dianiaya ayah tirinya, Jasmar Simanungkalit (35). Sikap ibu yang membiarkan anaknya dipukuli tersebut, bukan hanya tidak patut dilakukan, tetapi juga dapat dikenai pidana 5 tahun penjara dan denda 100 juta (Pasal 80 UU 23/2002). Selengkapnya bisa disimak pada artikel Hukumpedia berikut gan, “Cuek Lihat Anak2 Dipukuli Dipidana 5 Tahun.”

5. Aborsi Hasil Selingkuh Sampai Hamil

Kalo cerita selingkuh sih kayaknya udah ga asing lagi yah gan.Sudah banyak kan kejadiannya. Nah, di perselingkuhan yang kita bahas ini si wanita sampai hamil, padahal wanita tersebut sudah bersuami. Lalu, karena dorongan orang tua wanita tersebut, kehamilan hasil perselingkuhan itu juga dipertimbangkan untuk Aborsi.

Jelas jangan ditiru yah gan. Soalnya kalo kejadiannya seperti ini ada loh ancaman pidana yang dapat dikenakan. Simak deh lengkapnya rangkuman artikel Klinik Hukumonline berjudul “Hukuman Bagi Wanita yang Selingkuh dan Ingin Aborsi.” Langsung cekidot gan:

Spoilerfor Penjelasan: Selingkuh dan aborsi merupakan dua jenis tindak pidana yang berbeda. Apabila Anda selingkuh bahkan telah mengarah ke perbuatan zina dengan laki-laki lain, maka suami Anda dapat mengadukan Anda atas dasar Pasal 284 ayat (1) KUHP

Mengenai sanksi yang dapat diterima oleh pelaku perselingkuhan yang mengarah ke perbuatan zina, merujuk pada ketentuan Pasal 284 ayat (1) angka 1 huruf a KUHP, pelakunya diancam pidana penjara paling lama sembilan bulan.

Sedangkan aborsi, pada dasarnya setiap orang dilarang melakukan aborsi berdasarkan Pasal 75 ayat (1) UU Kesehatan

Pengecualian terhadap larangan melakukan aborsi ini diberikan HANYA dalam 2 kondisi berikut (Pasal 75 ayat [2] UU Kesehatan):

a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

Sanksi pidana bagi pelaku aborsi diatur dalam Pasal 194 UU Kesehatan adalah pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Selain itu, ketentuan pidana lain terkait dengan aborsi ini dapat kita lihat dalam Pasal 346 KUHP yang menyatakan:

“Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

Maka, praktik aborsi yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut di atas merupakan aborsi yang dilarang dan berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, Anda dapat dikenai sanksi pidana jika terbukti telah melakukan aborsi ilegal.

Penjawab: Try Indriadi

6. Memukul Anak Tetangga Walau Tanpa Melukai Secara Fisik

Sifat ringan tangan juga tidak patut dimiliki seorang ibu, seperti perilaku Ibu pada kasus ini yang telah memukul tangan anak tetangganya. Seorang ibu yang memiliki perilaku seperti ini perlu berhati-hati karena ancaman jerat hukum pidana dapat datang menghantui. Selengkapnya simak rangkuman Artikel Klinik Hukumonline “Bolehkah Memukul Anak Orang Lain Tanpa Melukai?.” Cekidot gan:

Spoilerfor Penjelasan: Untuk menjawab pertanyaan apakah “memukul tangan pelaku (anak tetangga) dengan telapak tangan tanpa maksud melukai dan memang tidak sampai luka” dapat dikategorikan sebagai tindak pidana atau tidak, maka ada baiknya kita menyimak delik utama dari delik-delik penganiayaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP:

“Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Mencermati ketentuan Pasal 351 ayat (1) KUHP tersebut Andi Hamzah pernah menyampaikan bahwa penganiayaan adalah delik yang tidak definitif (tidak memuat unsur-unsur perbuatan sebagaimana dalam delik lainnya, contoh dalam Pasal 378 KUHP tentang Penipuan).Artinya, perbuatan memukul, menjitak, menjewer, mencubit dan lain-lain dapat dikualifisir sebagai Tindak Pidana Penganiayaan.

Dengan kata lain, tindakan memukul tangan anak tersebut, meskipun tidak sampai luka sudah merupakan suatu Penganiayaan, dalam hal ini maka mengingat korban penganiayaan tersebut adalah masih di bawah umur, maka Pasal 80 ayat (1) UU Perlindungan Anak sebagai lex specialis (ketentuan hukum yang lebih khusus) dari pasal-pasal penganiayaan yang ada di KUHP dapat diterapkan. Adapun bunyi dari Pasal 80 ayat (1) UU Perlindungan Anak tersebut adalah:

“Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)”

Penjawab: Albert Aries, S.H., M.H.

7. Membiarkan Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Duuuh, nih ibu membiarkan anak lelakinya lakukan kekerasan dalam rumah tangga kepada istrinya. Korban yang juga menantu dari sang ibu sering alami kekerasan seperti ditampar mulut dan wajahnya oleh suaminya. Padahal berdasar UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (“UU PKDRT”), si ibu sebagai orang yang mengetahui terjadinya KDRT wajib melakukan upaya-upaya tertentu. Upaya apa saja yang harus dilakukan? Simak rangkuman artikel Klinik Hukumonline “Langkah Hukum Menghadapi Kekejaman Suami dan Mertua.” Cekidot:

Spoilerfor : Tindak kekerasan yang dilakukan sang suami dalam kasus ini merupakan delik aduan (Pasal 51 UU PKDRT) sehingga yang dapat melaporkan si suami ke polisi hanyalah korban.

Pasal 44 UU PKDRT
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Perlu diketahui dalam KDRT, yang dapat melaporkan hanyalah korban (Pasal 26, Pasal 51, Pasal 52 UU PKDRT) atau orang yang diberikan kuasa oleh korban untuk melaporkan hal tersebut (Pasal 26 ayat (2) UU PKDRT). Akan tetapi, orang lain yang mengetahui kekerasan tersebut, seperti Ibu mertua Anda, dapat membantu korban (Anda) dengan meminta permohonan penetapan perlindungan (Pasal 15 huruf d jo. Pasal 30 ayat (3) UU PKDRT) dengan persetujuan dari korban (Anda).

Ibu mertua Anda sebagai orang yang mengetahui bahwa terjadi KDRT terhadap Anda, mempunyai kewajiban untuk melakukan upaya-upaya sebagaimana terdapat dalam Pasal 15 UU PKDRT, yaitu wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk:
a. mencegah berlangsungnya tindak pidana;
b. memberikan perlindungan kepada korban;
c. memberikan pertolongan darurat; dan
d. membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.

Penjawab: Letezia Tobing

8. Menelantarkan Keluarga Karena Doyan/Kecanduan Chatting

Punya hobi chatting sih wajar aja. Tapi kalo ampe harus menelantarkan anak dan suami karena waktunya habis buat chatting juga keterlaluan.Kasus seperti ini terjadi pada pasangan yang perkawinannya dilakukan di USA, State of Washington, tanpa melapor ke KBRI dan ke catatan sipil. Gara-gara hobi chatting sang istri beranak satu tersebut, suaminya berfikir untuk menceraikannya. Jadi resiko dicerai suami bisa terjadi, hal ini sudah dibahas artikel “Bisakah Menceraikan Istri yang Doyan Online (Chatting) Seharian?.”

Sedangkan persoalan ibu yang menelantarkan anak, seperti disinggung sebelumnya, UU Perlindungan Anak sudah mengatur hak anak dan kewajiban orang tua, diantaranya sebagai berikut, cekidot:

Spoilerfor Penjelasan: Pasal 26 ayat (1) UU Perlindungan Anak:

“Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
d. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
e. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan
f. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.”

Lalu, berdasar Pasal 14 UU Perlindungan Anak, anak juga mempunyai hak untuk diasuh oleh orangtua sendiri.Selain itu, segala keputusan yang diambil oleh orangtua harus pula memikirkan kepentingan terbaik anak.

Gimana tuh gan pendapatnya mengenai perbuatan-perbuatan yang dilakukan para ibu di atas? Yang jelas jangan ditiru yah gan…. Jangan lupa komen ama sharing juga dong agan-aganwati kalo punya pengalaman tentang perbuatan-perbuatan seperti yang kita sedang bahas ini.

Okay gan, selamet Hari Ibu yah

Spoilerfor Disclaimer:: Seluruh informasi yang disediakan oleh tim hukumonline.com dan diposting di Forum Melek Hukum pada website KASKUS adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pengetahuan saja dan tidak dianggap sebagai suatu nasihat hukum. Pada dasarnya tim hukumonline.com tidak menyediakan informasi yang bersifat rahasia, sehingga hubungan klien-advokat tidak terjadi. Untuk suatu nasihat hukum yang dapat diterapkan pada kasus yang sedang Anda hadapi, Anda dapat menghubungi seorang advokat yang berpotensi.

Sumber :http://www.kaskus.co.id/thread/52b3ff21becb17b5578b45e2

Hosting

Hosting
Hosting

TryOut AAMAI

Hosting Idwebhost

Hosting Idwebhost
Hosting Handal Indonesia

Belajar Matematika SD

Popular Posts

Arsip Kaskus HT

 
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger