Home » » Wow, Penjualan Motor Tahun 2013 Bisa Tembus 7,3 Juta Unit

Wow, Penjualan Motor Tahun 2013 Bisa Tembus 7,3 Juta Unit


Spoilerfor Industri sepeda motor di Indonesia:




[img][/img]






AISI Naikkan Target 2013, Penjualan Motor Bisa 7,3 Juta Unit
Senin, 19 Agustus 2013 , 07:43:00

JAKARTA - Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) merevisi target penjualan sepeda motor di dalam negeri tahun ini dari sebelumnya 6,5-6,7 juta menjadi 7-7,3 juta unit. Optimisme itu didasari sejumlah fakta penjualan yang cukup positif pada semester pertama 2013. "Kami cukup optimistis bisa meraih target baru itu karena sejumlah alasan, seperti penjualan yang cukup baik semester pertama serta adanya kenaikan tarif angkutan umum. Harapan kami, kalau penjualannya stabil pada semester kedua, itu sudah bagus. Sudah pasti tujuh juta unit terlampaui," ujar Ketua Bidang Komersial AISI Sigit Kumala, Minggu (18/8).

Melihat pencapaian pada semester pertama 2013 yang mencapai 3,94 juta unit, target 7 juta-7,3 juta unit bukan hal yang mustahil. Realisasi penjualan sepeda motor pada paro pertama 2013 naik 5,2 persen dibandingkan periode yang sama 2012 yang hanya 3,7 juta unit. "Kami senang mengetahui penjualan sepeda motor masih tinggi meski banyak tantangan," lanjutnya.

Demikian pula penjualan sepeda motor pada Juli 2013 yang mencatatkan rekor tertinggi mencapai 704.019 unit. Angka itu naik 6,46 persen dibandingkan bulan sebelumnya (Juni) yang hanya 661.282 unit. Meningkatnya penjualan Juli 2013 membuat total penjualan sepeda motor Januari-Juli 2013 mencapai 4.643.844 unit. "Peningkatan penjualan Juli karena ada momen Lebaran," ungkapnya. Pihaknya menduga, penjualan sepeda motor pada Juli terkerek naik juga karena kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) subsidi. Penggunaan sepeda motor dianggap lebih irit ketimbang mobil. Apalagi, kenaikan harga BBM subsidi itu diikuti dengan kenaikan tarif angkutan umum.
http://www.jpnn.com/read/2013/08/19/...7,3-Juta-Unit-



Aturan Uang Muka Baru Bisa Hambat Kepemilikan Motor
Jumat, 15 Juni 2012 | 11:40 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com â€" Pengamat transportasi dari Universitas Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijowarno, berpendapat bahwa aturan uang muka minimum yang baru, khususnya bagi pembelian kendaraan bermotor secara kredit, bisa menghambat kepemilikan kendaraan meski tidak bisa mengatasi kemacetan. "Belum bisa secara cepat mengurangi kemacetan, tapi setidaknya menghambat kepemilikan sepeda motor," sebut Djoko kepada Kompas.com, Jumat (15/6/2012).

Menurut dia, aturan uang muka minimal yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia bagi pembelian kendaraan bermotor bisa menghambat masyarakat untuk membelinya. Artinya, masyarakat kini tidak bisa dengan mudah memiliki kendaraan bermotor. Sebelumnya tanpa adanya batas uang muka minimal, cukup dengan mengeluarkan uang beberapa ratus ribu, seseorang bisa langsung membawa pulang sepeda motor. Akan tetapi, lanjut Djoko, aturan yang berlaku mulai hari ini tidak serta-merta bisa mengurangi kemacetan. Untuk bisa mengurangi tingkat kemacetan di jalan, aturan uang muka harus dibarengi dengan penataan transportasi umum. "Memang harus ada langkah radikal menata transportasi umum yang dimulai dengan komitmen pemimpin," sambung Djoko.

Namun, ia meragukan kemampuan para pejabat pemerintah untuk mewujudkan komitmen membenahi transportasi umum seiring dengan pola perpolitikan saat ini. "Ini tak terlepas dari akibat pola politik sekarang ini, di mana sang wali kota atau bupati atau gubernur harus mengembalikan modal ketika kampanye," pungkas Djoko. Aturan pemerintah dan Bank Indonesia mengenai uang muka minimal yang harus dikenakan perusahaan pembiayaan ataupun bank kepada konsumen yang membeli kendaraan bermotor secara kredit efektif berlaku Jumat ini.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan No 43/PMK 010/2012, yang keluar pada 15 Maret lalu, perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor wajib menerapkan ketentuan uang muka bagi kendaraan roda dua paling rendah 20 persen dari harga jual kendaraan. Uang muka bagi kendaraan roda empat untuk tujuan produktif minimal 20 persen. Sementara uang muka bagi kendaraan roda empat untuk tujuan non-produktif minimal 25 persen. Sedangkan berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No 14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012 perihal penerapan manajemen risiko pada bank yang melakukan pemberian kredit pemilikan rumah dan kredit kendaraan bermotor, pengaturan uang muka kredit kendaraan bermotor (KKB) terbagi dalam tiga ketentuan.

Pertama, uang muka minimal 25 persen diperuntukkan bagi pembelian kendaraan bermotor roda dua. Kedua, uang muka minimal 30 persen bagi pembelian kendaraan bermotor roda empat untuk keperluan non-produktif. Ketiga, uang muka minimal 20 persen untuk pembelian kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang digunakan untuk keperluan produktif, atau bila memenuhi salah satu syarat yang ditetapkan BI.
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...emilikan.Motor



Indonesia pasar sepeda motor terbesar ketiga dunia
Setoran PPN capai Rp7,5 triliun per tahun
Sabtu, 23 Februari 2013

JAKARTA (WIN): Asosiasi Industri Sepeda motor Indonesia (Aisi) menyatakan pasar otomotif untuk segmen sepeda motor di Indonesia kini menduduki posisi ketiga dunia pasca China dan India. Bahkan kontribusi industri sepeda motor terhadap pembangunan negeri ini tentu tidak dapat dipisahkan. Ketua Umum Aisi Gunadi Sindhuwinata mengatakan, asosiasinya bertekad terus melakukan inovasi produk dan mengembangkan layanan yang terbaik untuk konsumen, sehingga pasar sepeda motor dapat terus tumbuh di masa mendatang. "Jika pasar berkembang, tidak hanya serapan tenaga kerja saja yang akan bertambah banyak. Jumlah pajak yang diperoleh negara dari industri ini juga akan meningkat," kata Gunadi kepada pers di Jakarta, Jumat (22/2/13).

Dia menegaskan, dari setoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk penjualan motor baru, pemerintah bisa mendapatkan penghasilan Rp7,5 triliun per tahun. ”Jumlah ini dipastikan akan meningkat jika ditambahkan dengan setoran pajak lain seperti misalnya PPh 21 untuk income tenaga kerja, PPh 25 untuk profit perusahaan dan BBNKB,” ungkapnya. Gunadi menambahkan, jumlah itu (setoran ke kas negara) pasti akan melonjak jika ditambah dengan pajak STNK motor-motor bekas yang setiap tahun harus dibayarkan pemiliknya. "Nilai pajak yang disetorkan industri sepeda motor dan pendukungnya bisa puluhan triliun, yang sebagian juga menjadi pendapatan pemerintah daerah. Karena itu, sebagai pelaku industri, kami sangat berharap iklim bisnis tetap kondusif dan pemerintah terus mendukung industri ini dengan kebijakan-kebijakan yang mendorong pertumbuhan di sektor ini," ujarnya seperti dikutip Whatindonews.com dari situs Otoasia, Sabtu (23/2/13).

Sementara itu, selama rentang 42 tahun berdiri, produsen motor yang tergabung dalam Aisi sudah memproduksi sekitar 75 juta unit. Bahkan, kini jumlah populasi sepeda motor yang dapat dipergunakan sebagai alat transportasi praktis penunjang aktivitas sehari-hari masyarakat sekitar 60 juta unit. Gunadi menegaskan keberadaan industri sepeda motor memiliki peran sangat penting dalam membantu menggerakkan roda perekonomian. ”Hampir semua lapisan masyarakat memerlukan sepeda motor sebagai sarana transportasi produktif, efektif dan efisien dalam bekerja dan beraktivitas sehari-hari. Sebab, sepeda motor dinilai lebih praktis dan ekonomis di tengah sarana transportasi publik yang belum memadai.”

Dalam konteks pertumbuhan ekonomi, lanjutnya, industri sepeda motor mampu menyerap jutaan tenaga kerja, baik langsung maupun tidak langsung. Dan jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun sejalan kenaikan permintaan sepeda motor baru. Jumlah pekerja sektor itu tidak kurang dari dua juta orang. Mereka bekerja di enam produsen motor anggota Aisi, baik pemasok komponen maupun industri pembiayaan dan sub-kontraktor dari hulu hingga ke hilir
http://whatindonews.com/id/post/900



Dahlan Iskan:
Revolusi Ekonomi Sepeda Motor
Minggu, 01 Januari 2012 , 08:36:00

Begitu banyak keluhan terhadap membanjirnya sepeda motor. Tapi saya mencatatnya sebagai dewa penolong. Motor, bagi saya, adalah sarana transportasi yang memberikan kesempatan bagi rakyat kecil untuk mengejer ketertinggalannya. Sepeda motor adalah alat yang paling tepat untuk membawa golongan bawah memiliki kesempatan masuk menjadi golongan menengah.

Memang ada sarana lain yang juga memiliki peran yang sama: internet. Dengan internet (facebook, youtube, email, dst) tidak ada lagi perbedaan antara golongan bawah dan golongan atas. Dengan internet, kesempatan itu sama bagi golongan bawah yang kreatif bisa menembus barikade dan blokade system bisnis yang lama.

Demikian juga dengan sepeda motor. Produktifitas golongan bawah langsung bisa mengalami kenaikan yang drastis. Ini karena golongan pemilik sepeda motor bisa memiliki mobilitas yang sama tingginya dengan golongan tas.

Di masa lalu, golongan atas memiliki alat transportasi mobil. Sedang golongan bawah hanya memiliki kereta dorong, beca-gundul, gerobak sapi dan paling cepat adalah dokar. Kini, dengan sepeda motor kecepatan bergerak golongan bawah sama cepatnya dengan golongan atas --bahkan dalam keadaan lalu-lintas macet naik sepeda motor lebih cepat sampai ke tujuan.

Apalagi sepeda motor zaman sekarang. Bisa mencapai kecepatan 100 km/jam. Maka sebuah jarak menjadi tidak ada artinya lagi. Kalau di masa lalu sepeda motor hanya untuk kendaraan dalam kota, kini orang sudah biasa bersepada motor antar-kota. Banyak sekali karyawan yang rumahnya 50 km dari tempatnya bekerja memilih ke kantor dengan sepeda motor.

Dulu golongan ini terjerat dalam siklus pemborosan yang luar biasa. Untuk ke kantor mereka naik kendaraan umum yang bahkan harus dua kali ganti. Atau hanya sekali naik kendaraan umum tapi harus menyambungnya dengan becak. Biaya untuk angkutan umum itu bisa mencapai 80% dari gaji mereka. Untuk apa bekerja kalau 80% gaji habis untuk kendaraan? Pilihan bagi mereka tidak sebanyak itu. Tidak bekerja berarti tidak punya penghasilan sama sekali. Dengan tetap bekerja, setidaknya eksistensi dan kehormatan sebagai manusia tetap terjaga.

Kini, dengan kemudahan system keuangan, prosentase biaya transportasi itu bisa membaik. Dengan system kredit sepeda motor yang kian ringan tidak perlu lagi ada uang di depan yang terlalu besar. Memang semasa cicilan belum lunas prosentase pengeluarannya tetap tinggi, tapi turun drastis setelah masa cicilan sepeda motornya selesai.

Di samping untuk berangkat/pulang kerja, sepeda motor itu masih bisa untuk mengantar anak sekolah, mencari obyekan, bersilaturahmi dan mengangkut barang sekedarnya. Semunya memiliki dampak pada produktifitas manusia.

Maka di samping internet, jangan disepelekan dampak ekonomi sepeda motor. Bahkan saya bisa menyebutkannya sebagai revolusi ekonomi sepeda motor. Sepeda motor adalah sarana yang bisa membuat golongan bawah bermigrasi ke golongan menengah dengan cara lebih cepat dari teori ekonomi yang mana pun.

Karena itu segala macam perencanaan pembangunan sudah harus mengakomodasikan kehadiran sepeda motor secara masal. Pembangunan jalan tol di Bali, misalnya, secara sengaja sudah mengakomodasikan sepeda motor. Tidak bisa lagi sepeda motor diperlakukan seperti kehadiran sepeda di masa lalu. Eksistensi sepeda motor harus diakui sebagai bagian dari kebijaksanaan pembangunan. Pemilik mobil tidak boleh lagi merasa dirinya sebagai pemilik paling sah sebuah jalan raya. Sepeda motor harus diterima sebagai pengguna sah yang hak-haknya sama dengan pemilik mobil.

Kita bersyukur ada sepeda motor dengan system teknologi dan pembiayaannya yang sangat tepat untuk golongan masyarakat kita yang belum bisa membeli mobil. Sepeda motorlah sarana yang membuat golongan bawah memiliki sarana transportasi secepat golongan di atasnya.
http://www.jpnn.com/read/2012/01/01/...-Sepeda-Motor-



Sepeda Motor
Oleh: Prof Dr Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Jakarta
Selasa, 16/07/2013

Istilah “revolusi sepeda motor” saya kutip dari Dahlan Iskan, Menteri BUMN, ketika tampil sebagai pembicara dalam seminar yang diselenggarakan UIN Jakarta, beberapa bulan silam.

Mari kita amati sekilas saja betapa pengguna sepeda motor setiap waktu senantiasa bertambah. Diperkirakan setiap tahun terjual 9 juta sepeda motor. Sebuah angka yang sangat signifikan untuk meramaikan jalan raya dan kegiatan ekonomi masyarakat. Untuk warga Jakarta saja diperkirakan terdapat 7 juta sepeda motor. Rata-rata satu keluarga memiliki tiga sepeda motor. Apa artinya semua ini?

Banyak sudut pandang untuk melihat fenomena ini. Pertama, revolusi sepeda motor menunjukkan kegagalan sistem transportasi massal, terutama bus dan kereta api, sehingga sepeda motor dianggap sebagai alternatif paling praktis mengatasi kemacetan lalu lintas kota besar semacam Jakarta. Kedua, harga sepeda motor terjangkau masyarakat bawah meski dengan jalan mencicil. Mereka merasa lebih praktis dengan sepeda motor ketimbang angkutan kota untuk pergi ke tempat kerja.

Ketiga, sepeda motor multiguna. Sebelum menuju tempat kerja bisa mengantarkan anaknya ke sekolah atau mengantar keluarga berbelanja. Sepulang kantor pun bisa saja untuk ngojek cari tambahan pemasukan buat beli bensin. Keempat, biaya perawatan motor termasuk murah asalkan hati-hati menggunakannya serta rajin merawatnya.

Mobilitas Kelas Bawah
Pengalaman mengesankan tentang membeludaknya sepeda motor adalah ketika saya berkunjung ke Vietnam sekitar lima tahun lalu. Ketika kendaraan berhenti di lampu merah, gerombolan sepeda motor bagaikan laron mengelilingi cahaya lampu. Sedemikian banyaknya memenuhi jalanan. Hanya saja uniknya di sana relatif kecil tingkat kecelakaan karena mesinnya sudah diatur sedemikian rupa sehingga tidak bisa lari di atas 40 km/jam.

Sekarang lorong-lorong Jakarta pun penuh dengan sepeda motor sebagai respons masyarakat bawah yang tidak mampu membeli mobil dan kecewa dengan layanan transportasi umum. Naik mobil pribadi maupun umum sama-sama tidak enak karena macet. Yang paling praktis adalah sepeda motor. Fenomena ini sekaligus juga menunjukkan dinamika ekonomi kelas menengah ke bawah.

Sepeda motor begitu lincah memasuki lorong- lorong kecil dan tempat parkir pun mudah. Secara psikologis, mereka terpacu bekerja lebih giat lagi untuk melunasi kreditnya ataupun agar bisa membeli sepeda motor yang lebih bagus mengingat kualitas dan harga sepeda motor sangat bervariasi. Bahkan mereka yang sudah punya mobil pun masih memerlukan sepeda motor di rumahnya.

Tidak asing lagi, pembantu rumah tangga saat ini sudah akrab dengan sepeda motor dan telepon genggam. Ini sebuah perubahan perilaku ekonomi, komunikasi, dan mental di kalangan masyarakat bawah. Hubungan ”majikan” dan ”pembantu” tidak sehierarkis zaman dahulu. Sekarang cenderung egaliter, bisa berkomunikasi melalui telepon.

Dibandingkan semasa zaman Orde Baru, jumlah kepemilikan televisi, sepeda motor, dan telepon genggam hari ini jauh lebih banyak dan melonjak. Oleh karena itu,di balik komentar yang suram tentang panggung politik, potensi dan perkembangan ekonomi Indonesia relatif stabil. Persoalannya hanyalah tingkat korupsi yang kian membengkak dan merata serta kesejahteraan rakyat yang timpang.

Sementara itu, kondisi sosial yang menyedihkan adalah semakin meningkatnya mental konsumtif masyarakat. Diperkirakan gaji seorang pembantu rumah tangga, seperempat atau bahkan lebih, dibelanjakan untuk membeli pulsa hanya untuk mengobrol atau bergosip dengan temannya. Jadi, di samping terjadi revolusi sepeda motor yang mengindikasikan mobilitas ekonomi dan gaya hidup masyarakat bawah, mental konsumtif juga naik tajam.

Dalam kaitan ini peran iklan di televisi sangat besar pengaruhnya. Sajian televisi bagaikan panggung campursari, silih berganti antara berita kecelakaan, korupsi, banjir, ceramah agama, musik, lawak, dan sebagainya. Semua itu tidak akan tersaji tanpa dukungan iklan dan setiap iklan bertujuan menggerakkan tangan pemirsa agar antusias merogoh koceknya untuk berbelanja apa yang dijajakan dalam televisi.

Salah satunya adalah membeli sepeda motor dengan segala turunannya. Memang ada beberapa keluhan dari orang tua, anak-anaknya yang masih sekolah di tingkat SMP dan SMU bersikeras minta dibelikan sepeda motor. Padahal, ekonomi orangtua sangat berat, lagi pula dengan memiliki sepeda motor tidak menjamin prestasi belajar anak-anak semakin meningkat. Bahkan bisa sebaliknya yang terjadi.
http://www.neraca.co.id/harian/artic...i.Sepeda.Motor

----------------------------

Kebanyakan orang Indonesia itu beli sepeda motor karena terpaksa, gara-gara fasilitas transportasi massal yang disediakan pemerintah sangat parah, termasuk jaringan infra-strukturnya (jalan raya, TOL Ferry, Jembatan, rel KA). Daripada merepotkan Pemerintah, akhirnya mereka memilih jalan keluar sendiri, membeli secara kredit kendaraan sepeda motor yang bisa dijangkau kantong mereka. Fenomena mudik lebaran dengan jutaan sepeda motor di sepanjang jalan-jalan di pulau jawa, hanya fenomena kecil saja dari 'revolusi sepeda motor' itu.

Faktor lainnya adalah karena harga mobil yang sangat mahal akibat pajak yang tinggi dan beban 'high cost economy', terutama akibat perilaku korupsi para pejabat negara yang bewenang disana. Kalau mau tahu harga mobil yang sesungguhnya itu, datanglah ke BATAM. Disana mobil-mobil 'second' asal Singapore bebas masuk tanpa dikenakan pajak yang besar. Mobilnya masih bagus-bagus, tapi harganya terjangkau masyarakat, makanya di BATAM itu, mobil sejuta ummat seperti Avanza dan Xenia dan bahkan Innova, kagak begitu laku! tapi di wilayah lainnya di Indonesia seperti di jawa itu, pilihan rakyat kalangan bawah hanya bisa beli sepeda motor baru dengan cara cicilan. Atau maksimal bisa beli mobil butut yang berusia diatas 25 tahun. Yang lebih gengsi sedikit, mampunya hanya mengkredit mobil kaleng sejuta ummat seperti Avanza dan Xenia yang sebenarnya tidak terlalu murah, kalau mengingat fitur keselamatannya yang rendah dan payah itu


Sumber :http://www.kaskus.co.id/thread/5211b49c40cb179a46000004

Hosting

Hosting
Hosting

TryOut AAMAI

Hosting Idwebhost

Hosting Idwebhost
Hosting Handal Indonesia

Belajar Matematika SD

Popular Posts

Arsip Kaskus HT

 
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger