Home » » Kalau di Posisi Mereka, Lo Bakal Ngapain?

Kalau di Posisi Mereka, Lo Bakal Ngapain?





Kumpulan Kisah Hebat Orang Jujur dari Latar Belakang Tak Terduga
Sebelum Lebih Jauh Lagi jangan Lupa

lalu klik emot dibawah untuk cek No Repost



Quote: INTERMEZO DULU
="0" alt="" />



Kehidupan kite penuh dengan lika liku dan cobaan. tak terkecuali kejujuran. Sungguh sulit sekali kita menemukan orang jujur di bumi ini sekarang. Ya kita harus mengakui itu Tapi betara TS terenyuh saat membaca kisah orang-orang hebat ini dalam memepertahankan nilai kejujuran padahal latar belakang mereka sangat sulit sekali. Mereka secara finansila sangat kekuranagan sekali. Orang hebat bukan hanya orang berdasi, tapi kita juga bisa menemukannya dijalanan. Bahkan orang berdasipun mungkin tidak bisa melakukan itu Bahkan Mungkin Kita juga tidak bisa kalau berada dalam kondisi orang-orang hebat ini. Kejujuran dapat ditemukan dimanapun, sekalipun itu di pinggir sungai yang keruh, Ini masalah Niat bukan keadaan. . Dan orang-orang hebat ini membuktikkanya
Kita langsung ke TKP

Spoiler for TKP


Quote:
Quote: 1. Kisah mengharukan pemulung jujur mau kembalikan dua potong baju

Spoiler for Ilustrasi
Quote:Kondisi serba kekurangan tak selalu membuat orang kehilangan kejujuran. Cerita pemulung tua yang jujur di Bandung ini mungkin bisa jadi pelajaran untuk semua orang.

Rabu lalu Atta Verin, seorang warga Bandung, melintas di Jl Cicalengka Raya, Antapani, Kota Bandung. Dari atas motor, dia melihat seorang ibu tua bersendal jepit menggedor-gedor pagar satu rumah berpagar tinggi. Ada keresek putih besar di tangan kirinya.

"Waktu itu saya antar anak sekolah. Lalu beli telur dan berbelanja di minimarket. Setengah jam kemudian, saya lewat lagi. Ibu itu masih dalam posisi yang sama, bawa keresek putih dan menggedor-gedor pagar," kata Atta Verin saat berbincang dengan merdeka.com, Jumat (25/10).

Verin memutuskan turun dan menghampiri wanita tua yang ternyata pemulung itu. Verin bertanya kenapa ibu itu menggedor-gedor pagar rumah, dan apakah butuh bantuan. Pemulung itu menjawab dalam bahasa Sunda sambil menunjukkan plastik putih di tangannya.

"Keresek ini berisi dua potong baju bagus baru beli masih ada bandrolnya dan kereseknya masih di-hekter. Saya pemulung, tuh gerobak saya. Keresek ini ada di tempat sampah rumah ini, tapi saya tidak bisa mengambilnya. Yang punya rumah ini pasti sudah salah membuang keresek ini. Mungkin dikira sampah, padahal ini baju baru!" kata Verin menirukan ucapan pemulung itu.

Verin terharu. Lalu membantunya menggedor-gedor pagar rumah itu. Tapi setelah 5 menit tak ada yang membukakan pintu. Tidak ada orang di rumah itu.

"Lemparkan saja kereseknya di dalam halamannya, usul saya. Tapi dia bilang jangan, nanti ada yang ngambil! Kasihan yang punya-nya, ini baju baru banget, Neng!" kata Pembina Pramuka yang baru mendapatkan Messengers of Peace Heroes Award di Arab Saudi ini.

Verin berkenalan dengan pemulung tersebut. Dia mengaku bernama Nengsih. Tetapi lebih dikenal sebagai Ecih Keresek. Sayangnya Verin tidak membawa HP berkamera. Dia tak sempat mengabadikan wajah pemulung jujur ini.

"Akhirnya keresek (tas plastik) berisi baju itu kami titipkan ke satpam di ujung jalan," kata dia.

Verin mengunggah cerita itu di jejaring sosial miliknya. Kisah ini mendapat puluhan komentar dan dibagikan oleh teman-temannya. "Saya sangat terharu, jarang sekali ada orang sejujur itu," katanya.

Mungkin Akan lain cerita kalau kita yang berada diposisi itu
SUMBER


Quote:
Quote: 2. Mat Choiri, cerita tukang becak jujur dari Surabaya

Spoiler for ilustrasi
Quote:Siapa yang tak tergiur dengan tumpukan uang, atau barang-barang mewah. Tak peduli halal atau haram, jika ada kesempatan di depan mata, entah milik siapa, hasrat ingin memiliki selalu muncul dengan tiba-tiba. Tapi tidak bagi Mat Choiri, si pengayuh becak asal Surabaya, Jawa Timur ini.

Bagi bapak dua anak ini, mencari rezeki dengan cara halal, biar sedikit asal berkah. "Buat apa membawa uang banyak, tapi tidak barokah. Sebab uang atau barang itu, bukan milik kita," kata Choiri

Cerita kejujuran Mat Choiri ini terjadi pada November 2012 lalu. Ketika itu salah satu pelanggan meminta dia mengirimkan barang belanjaan. Mat Choiri mengungkapkan, saat kejadian, dirinya sudah mencari si pemilik barang belanjaan, tapi tidak ketemu. Akhirnya dia terpaksa menitipkannya ke petugas di supermarket yang berada tidak jauh dari bekas Penjara Kalisosok tersebut.

"Saya sudah mencarinya tapi tidak ketemu juga. Malah kata teman-teman, pemiliknya nyari saya ke sini (pangkalan becak Giant). Terus sama teman-teman diantar ke petugas Giant untuk mengambil barangnya," tutur Choiri.

Bukan cuma sekali itu Pak Choiri mengembalikan barang milik penumpangnya itu, sahut Achmad, rekan seprofesi Choiri, bulan kemarin dia juga mengembalikan belanjaan penumpang. "Malah yang punya barang angkatan laut (anggota TNI AL). Trus saya bilang ke orangnya, kalau di sini, nggak ada istilah barang hilang atau ketinggalan. Kalau ada barang ketinggalan di becak, pasti dititipkan ke petugas Giant, silakan dicari dulu ke sana," kata Achmad bercerita.

Soal kejujuran, Mat Choiri menyatakan itu sebagai sikap hidupnya yang tak bisa ditawar-tawar lagi. "Makanan yang kita peroleh dengan cara tidak halal, itu ibaratnya seperti api. Makanan itu masuk dalam darah kita, kemudian membakar kebaikan yang ada dalam diri kita, sehingga bisa mempengaruhi akal sehat kita untuk terus mencari memakan barang-barang yang bukan milik kita," terang Choiri dengan kata-kata bijak yang biasa dia dengar dari tokoh agama.

Makanya, dia menolak keras uang atau barang yang diperolehnya dengan cara tidak halal. Bahkan, sifat kejujurannya itu, juga dia tanamkan kepada keluarganya. "Biar kejujuran ini bisa tetap terjaga di keluarga saya, saya mendidik anak-anak saya hidup sesuai aturan agama," katanya.

Meski setiap hari, kata Choiri melanjutkan ceritanya, rata-rata hanya membawa pulang uang Rp 50 ribu, toh saya masih bisa memberi makan keluarga dan menyekolahkan kedua anak ke pesantren agar pendidikan agama mereka kuat nantinya.

"Itu kalau lagi banyak penumpang, kalau pas lagi sepi, ya saya dan teman-teman hanya bawa uang Rp 15 ribu sampai 25 ribu rupiah saja. Tapi uang itu kan hasil keringat saya, bukan dari mencuri atau mengambil milik orang," tuturnya.

"Tapi ya sudahlah, sahut Choiri lagi, nggak usah mengingat-ingat semua kebaikan yang kita lakukan. Nanti malah kita jadi ria. Kalau kita ikhlas bekerja, dan berbuat baik enggak usah diingat-ingat," tutup Choiri sembari mengingatkan Achmad.

Cerita kejujuran Mat Choirie ini menjadi pembicaraan warga Surabaya ketika pada 10 November tahun lalu, pelanggan Giant Rajawali yang bernama Siti Rukmi, warga Wonokusumo Jaya, Surabaya menulis dalam sebuah surat pembaca di salah satu surat kabar:

Pada Sabtu, 10 November 2012, saya belanja di Giant Rajawali. Berhubung becak langganan berhalangan, saya gunakan jasa becak di depan Giant untuk mengantar belanjaan saya. Saya tunggu hingga malam, becak tersebut tidak kunjung datang.

Saya juga lupa menanyakan identitas tukang becak tersebut. Besoknya saya ke Giant untuk menanyakan hal itu. Puji syukur masih rezeki, ternyata barang belanjaan saya dititipkan oleh tukang becak tersebut ke Giant dan kembali utuh. Rupanya, tukang becak itu nyasar dan tidak menemukan alamat saya. Akhirnya, saya tahu bahwa tukang becak tersebut bernama Mat Choiri. Terima kasih Pak Mat Choiri.

Jika untuk amanah yang kecil saja kita tidak bisa jujur, apalagi yang lebih besar
Sumber


Quote:
Quote: 3. Cerita penjual mi ayam jujur kembalikan BlackBerry pelanggan

Spoiler for Ilustrasi
Quote:Ridwan, penjual mi ayam di Taman Sriwedari, Solo, Jawa Tengah, mempunyai kisah yang patut dijadikan contoh di zaman yang serba modern ini. Salah satu kisah teladannya adalah saat mengembalikan BlackBerry milik pelanggannya yang tertinggal.

Bapak beranak tiga itu berjualan di depan Joglo Sriwedari. Pria yang tampil bersahaja ini mengaku pernah menemukan BlackBerry, saat dia mau menutup warungnya.

"Kira-kira dua tahun lalu, di bawah kursi panjang tempat duduk para pembeli, saya menemukan HP. Saya tidak tahu milik siapa, dan harganya berapa. Tapi kelihatannya bagus," kata Ridwan.

Ridwan mengisahkan terpaksa membawa pulang handphone tersebut karena memang saat itu sudah tidak ada satu orangpun selain dirinya.

"Semua sudah pulang mas. Saya tunggu setengah jam juga tidak ada yang mengambil. Akhirnya saya bawa pulang saja," katanya.

Ridwan mengaku, saat itu sempat berfikir untuk memiliki handphone tersebut, karena memang sejak lama memimpikan untuk membeli handphone. Apalagi handphone yang bagus dengan fasilitas kamera dan musik.

Namun niat buruk itu tak berlangsung lama dibenak Ridwan. Usai salat Magrib dan berdoa dia segera membuang jauh niat tersebut. Dengan dukungan istri dan ketiga anaknya, Ridwan pun berniat mengembalikan handphone tersebut pada sang empunya.

"Saya sudah lama ingin punya HP, melihat HP itu saya jadi kepingin memiliki. Tapi saya segera sadar, itu bukan hak saya. Saya takut dosa," ujarnya.

Keesokan harinya Ridwan kembali berjualan seperti biasa. Gerobak dan tenda berwarna pink selalu setia menemaninya. Tepat pukul 09.00 Wib, Ridwan mulai membuka lapaknya. Mi ayam, dilengkapi ceker, kepala, telur rendang dan jeroan ayam, menjadi daya tarik dagangannya.

Pelanggan mi ayam Ridwan memang beragam, dari masyarakat biasa, pelajar, instansi pemerintah, swasta, perbankan, mahasiswa hingga kalangan perhotelan. Saat pembeli mulai menyerbu, tak lupa Ridwan mengumumkan bahwa dia telah menemukan sebuah handphone. Namun hingga 3 hari diumumkan, tak satupun pembeli yang mengaku sebagai pemilik handphone tersebut.

"Sudah 3 hari saya umumkan, tapi nggak ketemu juga siapa pemiliknya. Saya sempat berfikir mau saya pakai saja. Tapi saya urungkan lagi niat saya," tambahnya.

Sempat bingung mencari pemilik handphone, di hari berikutnya, ada serombongan pembeli dari perhotelan yang datang. Saat diumumkan pada mereka, ada salah satu yang merasa kehilangan. Seorang wanita muda, dirinya merasa kehilangan BlackBerry 3 hari lalu.

Menurut Ridwan, wanita tersebut tak ingat handphonenya tertinggal di mana. Bahkan wanita tersebut tak pernah berfikir handphonenya tertinggal di warungnya.

"Menurut Mbak Retno (nama pemilik HP) mungkin terjatuh, karena saat itu tasnya sempat jatuh dari meja," imbuhnya.

Saat akan mengembalikan handphone tersebut, Ridwan juga menanyakan nomor yang digunakan dan ciri-ciri handphone tersebut. Apakah cocok atau tidak dengan nomor pemiliknya. Sempat kesulitan saat akan dilakukan pengecekan, karena setelah 3 hari handphone tersebut dalam kondisi lowbat. Namun hal tersebut bisa diatasi, setelah dilakukan pengisian batre.

Menurut Ridwan, setelah dikembalikan sang empunya handphone merasa sangat senang dan berterimakasih. Atas jasanya tersebut Ridwan mengaku akan diberi imbalan uang yang cukup besar, namun ditolaknya.

"Saya tidak tahu ternyata itu mahal harganya. Dibenak saya hanya ada satu, HP itu harus saya kembalikan. Karena bukan hak saya," tegas Ridwan.

Ridwan menuturkan, tak hanya kejadian tersebut yang dialaminya. Menurutnya, sudah beberapa kali barang-barang pelanggannya tertinggal di warung. Namun semua selalu ia kembalikan ke pemiliknya.

"Sering mas yang ketinggalan, tas, buku, jaket, topi dan lain-lain. Tapi semua saya kembalikan. Selain itu bukan hak saya, saya juga ingin pelanggan saya nyaman dan aman di sini," pungkasnya.

Itulah sepenggal kisah kejujuran yang dimiliki anak bangsa. Sebuah kata yang sangat sederhana namun di zaman yang serba maju ini kejujuran menjadi barang langka dan sangat mahal harganya.

Ketidakpunyaan bukan berarti harus mempunyai dengan cara yang tidak jujur
Sumber


Quote:
Quote: 4. Kisah pak tua jujur si penjual amplop

Spoiler for Ilustrasi
Quote:Darta (78), bapak tua dengan gembolan keresek besar mencoba mencari tempat untuk menjajakan jualannya. Mengenakan baju putih dan penutup kepala merah kusam, Darta membuka lapak tepat di seberang pintu utama kampus Institut Teknologi Bandung (ITB).

Darta adalah penjual amplop. Jika kebetulan melintas di sekitar Masjid Salman ITB, ada sosok kakek renta yang sangat setia dengan 'profesinya'. 12 Tahun sudah bapak tiga anak ini menjual lembaran demi lembaran kertas segi empat, yang kini sebenarnya sudah tergerus zaman.

Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu. Kini serba praktis. Amplop pun kini bukan jadi pilihan utama bagi kebanyakan orang.

Cukup ternganga memang, ketika di sekitaran Jalan Ganeca, Bandung orang menjajakan dengan barang serba bernilai, Darta hanyalah menjual kertas amplop.

"Ini amplop cep (panggilan buat orang yang lebih muda)," kepada merdeka.com, saat menanyakan barang apa saja yang dijual.

Dia menjual amplop ukuran kecil 5x3 cm dan besar 10x9 cm. Kertas amplop berisi 10 itu dibungkus ke dalam plastik. "Yang besar Rp 1.000 isinya 10, kalau yang kecil Rp 2.000 isinya 20," terangnya.

Sungguh terkaget mendengar harga yang ditawarkan. Mengapa kakek menjual semurah itu? "Saya masih dapat untung kok," jawab kakek.

Kata dia, dalam satu bungkus plastik yang berisikan 10 amplop, bisa meraup untung Rp 200. begitu juga dengan yang amplop kecil berisi 20.

Berarti kakek hanya ambil untung Rp 200 saja? "Iya bapak beli Rp 800, jual Rp 1.000 Itu juga patut disyukuri. Bapak masih bisa makan, dan yang pasti bapak sehat," ucap kakek yang enggan menaikkan harga amplopnya lantaran takut tidak laku.

Mengharukan memang mendengar jawaban jujur Darta. Keuntungan yang tidak seberapa, tapi dirinya berjuang untuk hidup. Istrinya hanyalah seorang ibu rumah tangga. Sedangkan anak-anaknya, terlalu sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.

"Dari pada saya mengemis, lebih baik saya berjualan, bapak masih kuat kok," jawab Darta dengan senyum.

Paling banyak kakek ini pernah mendapatkan Rp 50 ribu. "Alhamdulilah itu juga, suka ada yang ngasih lebih," ujarnya.

Tapi, jika belum rezekinya, Darta tidak pernah mendapatkan uang sama sekali. "Pernah muter-muter tidak laku dijual, atau ya kadang dapat Rp 10 ribu atau Rp 15 ribu," ujarnya dengan suara lirih.

Tak selalu rezekinya di dapat di sekitaran kampus ITB, Darta pun mencoba peruntungannya di tempat lain. Biasanya dia membuka lapak di Simpang Lima, Dago, Bandung.

Atau di sekitaran Jalan Sukajadi, tepatnya di depan Rumah Sakit Sukajadi. Besar perjuangan Darta. Semua dia lakukan dengan berjalan kaki. Jarak ketiga tempat itu berjauhan. Diperkirakan Jalan Ganeca-Simpang Lima 2 kilometer, Jalan Ganeca-Sukajadi sekitar 5 kilometer.

"Bapak kuat kok, kalau pakai angkot uangnya nanti gak bisa buat makan," imbuhnya.

Tak ada raut pesimis dalam wajah Darta. Meski hari demi hari dilaluinya dengan sulit, tapi dirinya yakin bahwa Tuhan telah memberikan jalan terbaik.

Tampak raut wajah sumringah di sela-sela obrolan. Sebab beberapa pembeli ada yang memborong amplopnya. Dia mengaku ingin pulang bisa lebih sore.

"Pengen pulang cepat," singkatnya, yang sudah mengantungi Rp 30 ribu hari itu. Darta bertempat tinggal di Desa Cipicung, RT 6/RW1, Kabupaten Bandung. Jarak desa ini ke tempat kakek berjualan diperkirakan mencapai 20 kilometer.

"Bapak berangkat jam setengah 5 subuh. Di jalan bisa sampai dua jam. Ongkosnya bisa mencapai Rp 12 ribu, bolak-balik," katanya.

Sungguh perjuangan luar biasa. 12 tahun lebih menjual amplop, Darta tak pernah mengeluh. "Tuhan punya jalan bagi orang yang mau berusaha," ujarnya menutup pembicaraan.

Sumber

Sumber :http://www.kaskus.co.id/thread/53bf9a30de2cf2bf128b4737

Hosting

Hosting
Hosting

TryOut AAMAI

Hosting Idwebhost

Hosting Idwebhost
Hosting Handal Indonesia

Belajar Matematika SD

Popular Posts

Arsip Kaskus HT

 
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger